ISU POKOK DAN STRATEGIS


I. PUSKESMAS 24 JAM

A. Latar Belakang

1. Sebagian besar sasaran/target yang tertuang menurut SPM, Indikator Indonesia Sehat dan RPJMN dicapai melalui upaya-upaya di Puskesmas.
2. Kebijakan Nasional (Departemen Kesehatan) sejak tahun 2004 perlu upaya revitalisasi Puskesmas untuk
mengembalikan peran dan fungsi Puskesmas ke awal keberadaannya yaitu sebagai Puskesmas yang selalu siap melayani masyarakat selama 24 jam sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat di wilayah kerjanya.
3. Kebijakan Gubernur terpilih untuk menjadikan semua Puskesmas menjadi Puskesmas 24 jam selama periode kepemimpinannya merupakan kebijakan strategis untuk mendorong percepatan upaya revitalisasi puskesmas sekaligus percepatan upaya pencapaian target/sasaran IS 2010 dan RPJMN 2009.
4. Berdasarkan laporan RS banyak kasus yang datang ke RS sudah dalam stadium parah dan terlambat ditangani, sehingga setelah di RS sulit untuk dapat tertangani. Demikian juga puskesmas sering dibutuhkan masyarakat disaat pelayanan sudah tutup, sementara sarana pelayanan lain jauh dari puskesmas atau tak terjangkau dengan masyarakat miskin/kurang mampu.

B. Kondisi Faktual

1. Saat ini sudah tersebar Puskesmas merata ke pelosok daerah hingga lebih dari 1 di setiap kecamatan. (ada 208 Puskesmas untuk 135 kecamatan).
2. Tersedia saat ini , Puskesmas dengan tempat rawat inap sebanyak 94 buah yang dapat melayani 24 jam. Namun yang memiliki dokter lebih dari 2 orang sebanyak 44 puskesmas.
3. Secara keseluruhan Puskesmas (208 puskesmas) terdapat 98 Puskesmas yang memiliki dokter lebih dari 2 orang dan 13 Puskesmas tidak ada dokter sama sekali.
4. Bagi beberapa kabupaten dan umumnya di Kota telah ada pelayanan dokter spesialis yang berkunjung secara berkala ke Puskesmas
5. Tenaga perawat rata-rata Puskesmas telah lebih dari 6 orang, sedang tenaga bidan masih ada yang kurang dari 4 orang per puskesmas.

C. Permasalahan

1. Untuk memenuhi kekurangan Puskesmas 24 jam dengan ketenagaan minimal 2 orang dokter, 6 orang perawat dan 4 orang Bidan, maka kebutuhan tenaga secara keseluruhan di Provinsi Kalimantan Timur adalah sbb : 109 dokter, 141 perawat dan 232 bidan.
2. Selain perlu dukungan tenaga yang cukup bagi Puskesmas khususnya dokter, perawat dan bidan maka untuk dapat memberi pelayanan 24 jam perlu dukungan insentif bagi petugas dan tambahan dana operasional rawat inap maupun pelayanan sore-malam.

3. Kesulitan Rekruitment

Terbatasnya formasi PNS, aturan kontrak tidak ada, outsourcing sulit dilaksanakan. Disamping itu, sistem penjaminan untuk tenaga PTT/kontrak yang kerja kurang dapat mendorong atau merangsang ingin memperpanjang atau tertarik bekerja di daerah Kaltim.


D. Saran usulan

1. Tenaga kesehatan yang ada saat ini bersedia untuk kerja tambahan diluar jam kerja paginya, selama ada kompensasi berupa insentif yang memadai bagi mereka. Karena untuk mengoperasionalkan pelayanan puskesmas 24 jam dapat dimulai di Puskesmas yang memiliki rawat inap dengan menyediakan biaya insentif bagi petugas yang bertugas sore hingga malam. Tuntutan insentif ini diperhitungkan sebagaimana adanya jasa medik dan jasa pelayanan kalau bekerja di RS.
2. Apabila penerimaan dana fungsional puskesmas baik dari retribusi maupun jasa pelayanan dalam sistim jamkesda dapat digunakan kembali untuk puskesmas, sebagaimana pernah dirintis pada waktu pelaksanaan puskesmas swadana, puskesmas plus di Balikpapan dg revolving fund dana obat, demikian pula dibeberapa puskesmas di kab/kota yang lain saat lalu maka peluang pelaksanaan puskesmas 24 jam lebih mudah dilaksanakan. Namun adanya ketentuan pengelolaan anggaran yang baru melarangnya, maka alternative kedepan untuk mempermudah pelaksanaan pusk. 24 jam, puskesmas di dorong kearah BLU, sebagaimana yang telah diterapkan di DKI.
3. Penyediaan tenaga dapat ditempuh dengan usulan ke Depkes untuk memperoleh tenaga PTT untuk dokter dan bidan dengan dilengkapi persyaratan SK Bupati/Walikota tentang penetapan criteria sarana kesehatan yg ada (sangat terpencil/terpencil/biasa), ada jaminan perumahan dan tambahan insentif atau melalui cara kontrak tenaga daerah baik secara perorangan maupun outsourching melalui pihak ketiga.
4. Dalam jangka panjang penyediaan tenaga kesehatan didaerah dilakukan dengan memberikan biaya ikatan dinas bagi putra daerah yang kuliah dan setelah kembali diharuskan kembali bertugas di daerah asalnya. Hal ini sudah dilakukan beberapa kab/kota untuk pendidikan spesialis, dokter umum, perawat dan bidan, namun jumlahnya masih belum sesuai kebutuhan, karena itu perlu ada kontribusi dari Propinsi juga.
5. Perlu adanya payung hukum berupa aturan dalam bentuk Perda, Pergub, Perbup, atau Perwal yang menyatakan besaran insentif, yang dapat dijadikan dasar pembayaran, atau ketentuan renumerasi jika cara ini dipandang lebih baik.
6. Dukungan sarana dan prasarana untuk pengembangan dan penambahan puskesmas diupayakan melalui sumber dana dari pusat berupa DAK, dan provinsi berupa subsidi yang selama ini sudah ada teralokasi untuk beberapa kab./kota.

E. Rencana Pelaksanaan

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga tersebut (109 dokter, 141 perawat dan 232 bidan), cara yang ditempuh adalah sebagai berikut :
a. Meminta formasi ke Pusat untuk tenaga dokter dan bidan PTT.
b. Melalui kontrak pihak ke-3.
Untuk mewujudkan Puskesmas 24 jam lengkap rawat inap dan UGD/mampu PONED, minimal 1 (satu) buah setiap kecamatan akan dicapai melalui tahapan pengembangan sbb :

1. Tahun I (2009)
- Semua Puskesmas mulai memberikan pelayanan 24 jam, baik yang rawat inap/maupun tidak,dapat on call atau stanby.
- Mempersiapkan pelayanan klinik buka sampai malam, serta mempersiapkan dukungan tenaga dan sarana.
- Pelayanan rujukan spesialis yang telah melaksanakan lebih dimantapkan

2. Tahun II (2010)
- Semua Puskesmas memberikan pelayanan UGD atau sebagian mampu PONED siap 24 jam sesuai standar
- Mulai memberikan pelayanan klinik sampai malam baik yang rawat inap
- Mempersiapkan Puskesmas Terakreditasi atau ISO 9001 – 2000
- Pengembangan pelayanan rujukan spesialis ke daerah lain dengan memperkuat RS

3. Tahun III (20011)
- Semua Puskesmas sudah memberikan pelayanan UGD siap 24 jam dan klinik sampai malam, baik yang rawat inap maupun belum/tidak sesuai standar, dapat on call atau stanby
- Semua bertahap sebagian Peskesmas dapat terakreditasi atau memperoleh ISO 9001 – 2000
- Pelayanan rujukan spesialis telah berkembang di semua Kab/Kota


4. Tahun IV – V (2012 – 2013)
- Semua Puskesmas dapat memberikan pelayanan 24 jam, lengkap rawat inap dan UGD dan sampai PONED, minimal 1 (satu) buah disetiap unit kecamatan
- Semua Puskesmas telah terakreditasi atau memperoleh sertifikat ISO 9001 – 2000
- Pelayanan rujukan spesialisasi telah berjalan di semua Kab/Kota
- Semua Puskesmas di daerah perbatasan, terpencil dan kepulauan menjadi Puskesmas perawatan/rawat inap dan UGD

F. Harapan dari Departemen Kesehatan
- Depkes dapat menambah formasi tenaga dokter dan bidan.
- Depkes memfasilitasi regulasi tentang tenaga perawat PTT.
- Tambahan formasi PNS tenaga kesehatan khususnya dokter, bidan dan perawat.
- Keputusan Menkes RI untuk mendorong Puskesmas BLU
- Dana (DAU) untuk mendukung Puskesamas 24 jam, dan DAK untuk pembangunan fisik sarana Puskesmas rawat inap dan rumah petugas di daerah pelayanan, perbatasan, terpencil dan kepulauan



II. RUMAH SAKIT AKREDITASI

A. Latar Belakang
1. Sesuai dengan RPJMN Kesehatan maka ditargetkan Rumah Sakit yang terakreditasi sebesar 75 %.
2. Menurut Kepmenkes No.129/2008 tentang SPM RS maka setiap RS harus dapat memenuhi target kinerja untuk 21 jenis pelayanan.
3. Adanya UU perlindungan konsumen dan UU Pelayanan public maka sarana pelayanan public harus mampu memberikan pelayanan prima. Karena itu Kebijakan Gubernur terpilih mengaharapkan agar pelayanan kesehatan harus diberikan sesuai dengan standart maka setiap RS pemerintah harus dapat terakreditasi 18 jenis pelayanan dan memperoleh serttifikasi ISO 9001-2000


B. Kondisi Faktual
1. Rumah Sakit yang ada sebanyak 44 buah yang tersebar di 13 Kabupaten/Kota. Rumah sakit yang sudah terakreditasi sampai dengan tahun 2008 adalah sebanyak 8 rumah sakit ( 18,18 %) dengan 5 pelayanan (akreditasi tingkat dasar), itupun sebagian besar sudah mati masa waktu akreditasinya. Sedangkan akreditasi tingkat lanjut (12 pelayanan) dan akreditasi tingkat lengkap (16 pelayanan) belum ada.
2. RS yang telah mendapat ISO baru di RSU di Samboja, RSU di Bontang, RS Pupuk dan RS Pertamedika Balikpapan. Sementara yang lainnya belum namun ada yang mulai berproses.

C. Permasalahan

1. Masih terbatasnya jumlah tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis untuk mendukung rumah sakit yang terakreditasi.
2. Penerimaan dana fungsional RS tidak dapat digunakan langsung, sementara kebutuhan operasional untuk obat dan makan pasien tidak bisa ditunda serta DIPA turunnya terlambat.
3. Beberapa Sarana dan prasarana yang masih kurang , khususnya daya tampung untuk ruang kelas III terbatas.

D. Saran usulan

1. Perlu penambahan tenaga spesialis sesuai kebutuhan dengan jaminan tambahan insentif yang memadai (karena ada yang memberi hanya Rp 2,5 juta perbulan sementara di daerah lain Rp. 7.5 juta).
2. Mendorong dan memfasilitasi RS kearah BLU
3. Menambah kapasitas RS kelas III pada RSU yang ada hingga mencapai 40% dari TT yang ada dan mendorong RS swasta/BUMN/dll juga menerima pasien kelas dengan standar pembayaran pemerintah sesuai kewajibannya untuk bisa menyediakan bagi umum yang kelas III sebanyak 15%.
4. Penambahan sarana dan prasarana dapat diupayakan melalui bantuan dana dari sumber pusat melalui dana Tugas Perbantuan dan subsidi provinsi yang selama ini sudah ada.

E. Rencana Pelaksanaan

1. Tahun 2009

• Memfasilitasi pelayanan Rumah Sakit yang belum terakreditasi agar melakukan akreditasi minimal 5 pelayanan serta yang sudah terakreditasi di tingkatkan akreditasi pelayanannya dari 5 pelayanan menjadi 12 untuk kelas C dan D selanjutnya ditingkatkan menjadi 16 pelayanan untuk kelas B dan 17 pelayanan untuk kelas B pendidikan.
• Memfasilitasi manajemen mutu RS yang belum ISO agar mendapatkan sertifikat ISO 9001 : 2000
• Semua RS dapat memberikan pelayanan secara berkualitas pada masyarakat sesuai standar

2. Tahun 2010 :
• Mempersiapkan pelayanan Rumah Sakit yang sudah terakreditasi agar melakukan peningkatan akreditasi pelayanan dari 5 pelayanan menjadi 12 pelayanan atau 16 pelayanan, sesuai dengan kelas RS
• Mempersiapkan manajemen RS yang belum ISO agar mendapatkan sertifikat ISO 9001 : 2000
• Biaya perawatan di RS Pemerintah kelas III Gratis untuk semua masyarakat.

3. Tahun 2011
• Melaksanakan akreditasi pelayanan Rumah Sakit dari 5 pelayanan menjadi 12 pelayanan sesuai dengan kelas RS
• Melaksanakan manajemen ISO untuk mendapatkan sertifikat ISO 9001 : 2000


4. Tahun 2012
• Melaksanakan akreditasi pelayanan Rumah Sakit dari 12 pelayanan ke 16 dan 17 pelayanan
• Uji coba ISO 9001 : 2000


5. Tahun 2013
Semua rumah sakit kelas A, B, C, D terakreditasi atau mendapatkan sertifikat ISO


F. Harapan dari Depkes

Adanya sharing pembiayaan untuk akreditasi rumah sakit yaitu :
1. Departemen Kesehatan RI menyediakan dana untuk biaya penilaian akreditasi, meliputi biaya survei dan supervisi.
2. Pihak rumah sakit membiayai sumber daya kesehatan setiap pelayanan yang akan di akreditasi.

Revisi UU RI Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 59 yang menegaskan bahwa mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan persyaratan wajib untuk perijinan rumah sakit dari Menkes RI.




III. PENCAPAIAN INDIKATOR KALTIM SEHAT 2010

A. Latar Belakang
1. Sesuai dengan kebijakan nasional (Depkes) dengan keputusan Menkes No 574 tahun 2000 tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 dan telah ditetapkan indikator Indonesia Sehat berdasarkan Keputusan Menkes No. 1202 tahun 2003
2. Permenkes No.741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Kab./Kota.
3. Peraturan bersama Mendagri dan Menkes No.34 tahun 2005 dan 1138 tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kab./Kota Sehat.
4. Kebijakan Gubernur terpilih agar Kaltim Sehat 2010 dapat tercapai.

B. Kondisi Faktual
Pencapaian Indikator Indonesia Sehat 2010 di Kalimantan Timur baru mencapai 36 % yaitu 18 indikator dari seluruh indikator (50) yang ditetapkan. Dimana indikator yang masih belum dapat tercapai adalah :
- Penurunan penyakit Demam Berdarah (DBD), Tuberkulosis, Malaria dan HIV/AIDS
- Semua indikator cakupan pelayanan kesehatan belum tercapai yaitu ; persalinan nakes, desa UCI, Bumil dapat Fe, bayi dapat ASI eksklusif, murid SD mendapat pemeriksaan gigi dan mulut, pelayanan kesehatan kerja, keluarga miskin yang mendapat pelayanan kesehatan.
- Indikator sumber daya kesehatan sebagian besar belum tercapai kecuali dokter spesialis, perawat.
- Persentase anggaran kesehatan masih belum tercapai yaitu baru 4-6 % dari target 15 %. Namun alokasi anggaran perkapita pertahun sudah terpenuhi yaitu sebesar Rp. 420.000 dari target Rp. 100.000,-
- Peningkatan Rumah Tangga yang melaksanakan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
- Penganggaran kesehatan target nasional 15 % tetapi Kaltim sesuai Perda tentang SKP sebesar minimal 10 %, sementara ada beberapa kab/kota masih dibawah 10 %.
- Empat kota dari 14 Kab/Kota telah mendapatkan penghargaan Kota Sehat ”Swasti Saba” dari Menkes RI melalui pendekatan pengembangan tatanan/kawasan.

C. Permasalahan

1. Kurang menjadi perhatian kebijakan daerah karena kebijakan nasional mendorong pencapaian target RPJMN 2009.
2. Alokasi anggaran untuk kesehatan yang ada ( rata-rata kabupaten 3,11 %, provinsi 8,79 % ,dan total se Kaltim 4,4 %) sehingga anggaran yg ada lebih banyak pada program prioritas daerah.
3. Ada indikator Indonesia Sehat yang pencapaiannya tergantung dari sektor lain seperti ; penyediaan air bersih, gizi, kesehatan lingkungan, DBD.

D. Saran usulan

1. Menjadikan kebijakan Gubernur untuk mewujudkan tercapainya seluruh indikator Indonesia Sehat 2010 dalam RPJM Daearah 2009 – 2013.
2. Alokasi anggaran kesehatan paling tidak dapat dipenuhi sesuai dengan Perda SKP No. 20 Tahun 2008, minimal 10 % dari dana APBD.
3. Karena pencapaian sasaran Indikator IS 2010 ini melibatkan peran pusat, provinsi dan kab/kota sebagaimana diatur dalam PP 38 Tahun 2007 dan Kepmenkes No.922 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka perlu ada pengaturan sharing penggunaan dana sumber APBD II, Provinsi dan Pusat yang dibuat MoUdengan maksud sinkronisasi dan menghindari overlapping dan efisiensi.
4. Pengaturan ttg peran sektor lain dlm pembangunan kesehatan telah tertuang dalam Perda No 20 Tahun 2008 tentang Sistim Kesehatan Provinsi (SKP) namun implementasinya perlu digerakkan oleh pimpinan pemerintah daerah dan forum kota sehat untuk aktif menggerakkan terwujudnya Kota Sehat dengan pendekatan tatanan wilayah sehat.

E. Rencana Pelaksanaan
- Advokasi dan sosialisasi pencapaian Indikator Indonesia sehat 2010 dan Standar Pelayanan Minimal ke Kab/Kota
- Upaya intensifikasi program prioritas /SPM
- Penyelenggaraan Kab/Kota sehat melalui pendekatan kawasan sehat di Kab/Kota.

F. Harapan dari Departemen Kesehatan
- Evaluasi Indonesia sehat 2010 oleh Depkes/Menko Kesra
- Evaluasi dan Feed back pencapaian SPM oleh Depkes ke Gubernur.

IV. JAMINAN PEMBIAYAAN KESEHATAN

A. Latar Belakang
1. Undang-undang no 40 tahun 2007 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional, mulai efektif dilaksanakan di daerah pada tahun 2009.
2. Kebijakan pemerintah daerah dan nasional bahwa masyarakat kurang mampu dijamin mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk PNS melalui Askes serta pegawai Swasta melalui Jamsostek.


B. Kondisi Faktual
1. Seluruh kabupaten/kota sudah mengalokasikan anggaran untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin, paling tidak pusat menjamin Rp.5.000 per kapita orang miskin, provinsi menyediakan dana 25 Milyar melalui Bansos serta kab/kota minimal mengalokasikan Rp.4.200 per kapita orang miskin.
2. Ada beberapa kabupaten sudah mengalokasikan anggaran yang menjamin seluruh masyarakatnya untuk mendapat pelayanan kesehatan dengan tanggungan rawat inap klas 3 di RS dan rawat jalan baik di Puskesmas maupun Rumah Sakit seperti Bontang, Paser, Samarinda, Penajam, Balikpapan dan tahun 2009 ini Kota Tarakan.

C. Permasalahan
Skema penjaminan Pelayanan kesehatan belm sinkron antara pusat, provinsi dan kab/kota mengakibatkan adanya :
1. Keluhan provider pemberi pelayanan di rumah sakit sering kesulitan/keterlambatan untuk memperoleh penggantian dana.

2. Walaupun sudah ada sistim penjaminna, tapi masih banyak timbul keluhan masyarakat, prosedur yang berbelit dan bahkan masih ada yg harus bayar dan kesulitan mendapatkan tempat perawatan.


D. Saran usulan
1. Memberikan jaminan pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat di puskesmas dan rumah sakit baik untuk rawat jalan maupun rawat inap klas 3 dengan menambah premi penanggungan perkapita dengan perkiraan perhitungan sebesar Rp.6000,- yang diharapkan sharing dari Pusat, provinsi dan kab./kota dengan proporsi 30:30:40.

2. Pengelolaan sistim penjaminan ini harus ditangani secara profesional oleh satu badan khusus di kab./kota yang dikelola melalui pembentukan UPTD Jamkesda dari Dinas Kesehatan Kab./Kota.

3. Alokasi anggaran Depkes yang sebesar Rp. 5.000 kali jumlah penduduk miskin (910.925 jiwa) tetap dipertahankan untuk Kaltim, sehingga dapat diperoleh alokasi sebesar 1.500 perkapita perbulan, sisanya 60 % dibebankan kab/kota , dan 40 % provinsi. Dengan sistim ini maka disamping tidak merepotkan soal kepesertaan juga dimungkinkan pemberian pelayanan oleh sarana pelayanan kesehatan yang ada termasuk swasta dan penjaminan untuk pelayanan kesehatan puskesmas dalam gedung 24 jam sudah terpenuhi.
4. Perlu adanya regulasi berupa produk hukum yang mengatur penggunaan anggaran pada setiap unit pelayanan kesehatan, sehingga lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan riel dilapangan.

E. Rencana Pelaksanaan
1. Phase I (2008)

Jenis Pelayanan Sumber Biaya Peserta Penyeleng
gara
Jamkes Maskin - Puskesmas
- RS Kls III APBN: Rp.5000/or/th
APBD Prov : Rp.2800/or/th
APBD Kb/Kt : Rp.4200/or/th Maskin - Satgas JPK Gakin
- Sekretariat Jamkesmas
JPK PNS PPK Korpri
RS Pem • APBD Prov
• APBD Kab/Kota PNS Satgas JPK PNS
Keterangan :
- Utilitas 15%.
- Jamkesmas Plus
- Satgas JPK Kaltim

2. Phase II (2009)
Jenis Pelayanan Sumber Biaya Peserta Penyeleng
gara
Jamkesmas semesta
kls III - Pusk
- RS Kls III APBN: Rp.5000/or/th
APBD Prov : Rp.2800/or/th
APBD Kb/Kt : Rp.4200/or/th Maskin - Satgas JPK Gakin
- Sekrt Jamkesmas
JPK PNS PPK Korpri
RS Pemrth • APBD Prov
• APBD Kab/Kota PNS Satgas JPK PNS

Keterangan :
- Utilitas 15%, - Jamkesda Kelas III Semesta, -UPTD Jamkesda:Prov., Kab/Kota
Pertengahan 2009
Jenis Pelayanan Sumber Biaya Peserta Penyeleng
gara
Jamkesmas semesta
kls III - Pusk
- RS Kls III APBD Prov : Rp.3500/or/th
APBD Kb/Kt : Rp.5000/or/th Masyarakat pasien kelas III - Bapel (UPTD Prov)
- Bapel (UPTD Kab)
Ket: Utilitas 20%.




3. Phase III (2010)
Jenis Pelayanan Sumber Biaya Peserta Penyeleng
gara
Jamkesda
Prov - Puskesmas
- RS Kls III APBN: Rp.5000/or/th
APBD Prov : Rp.2800/or/th
APBD Kb/Kt : Rp.4200/or/th Maskin - UPTD Jamkesda
- Bapel Kab/Kota
APBD Prov : Rp.3500/or/th
APBD Kb/Kt : Rp.5000/or/th
Premi peserta : Rp. 2000-5000/ or/th Peserta Jamkesda
PPK Korpri
RS Pem • APBD Prov
• APBD Kab/Kota PNS Satgas JPK PNS
Keterangan :
- Utilitas 15%.:
- Pemaduan Jamkesda Kab/Kota
- UPTD Jamkesda Prov dan Kab/Kota









4. Phase 4 (2011)
Jenis Pelayanan Sumber Biaya Peserta Penyeleng
gara
JPK semesta • PPK Korpri
• Pusk
• RS :
 Miskin, kelas III
 Jamkesda kelas III
 PNS sesuai Gol/ Eselon
 Mampu sesuai besaran premi • APBN : Rp.5000/or/th
• APBD Prov : Rp.2800/or/th
• APBD Kb/Kt : Rp.4200/or/th Masyarakat miskin - UPTD Jamkesda Prov
- Badan Penyelenggara (Bapel) Kab/Kota
• APBD Prov : Rp.3500/or/th
• APBD Kb/Kt : Rp.5000/or/th
• Premi peserta : Rp. 2000-5000/ or/th Peserta Jamkesda
• APBD Prov
• APBD Kab/Kota PNS
Ket: - Utilitas 15%.:
- JPK Semesta
- UPTD Jamkesda Prov dan Kab/Kota

5. Phase 5 (2012-2013)
Jenis Pelayanan Sumber Biaya Peserta Penyeleng
gara
JPK Masyarakat • PPK Korpri
• Pusk
• RS :
 Medik Dasar
 TB, AIDS, Kusta, Malaria, Kes Jiwa
• Kesmas:
• Promotif
• Preventif
• Keg Prog, mis: Imunisasi, Gizi APBN : Rp.5000/or/th
APBD Prov : Rp.2800/or/th
APBD Kb/Kt : Rp.4200/or/th • Masyarakat miskin -UPTD Jamkesda Prov
-Badan Penyelenggara (Bapel) Kab/Kota
APBD Prov : Rp.3500/or/th
APBD Kb/Kt : Rp.5000/or/th
Premi peserta : Rp. 2000-5000/ or/th • Peserta Jamkesda
Premi peserta Masyarakat mampu Lembaga Asuransi
Keterangan :
- JPK Semesta
- Private Group Program

F. Harapan dari Depkes
- Adanya sharing dana



V. PENGEMBANGAN DESA SIAGA

A. Latar Belakang
1. Visi Departemen Kesehatan adalah "Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat", dengan Misi "Membuat Masyarakat Sehat", yang akan dicapai melalui strategi:
• Menggerakkan dan..memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.
• Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
• Meningkatkan sistem surveilans, monitoring, dan informasi kesehatan.
• Meningkatkan pembiayaan kesehatan.

2. Berkaitan dengan strategi tersebut, salah satu sasaran terpenting yang ingin dicapai adalah “Pada Akhir Tahun 2009, Seluruh Desa Telah Menjadi Desa Siaga". Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman tehadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong royong.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 564/MENKES/SK/VIII/2006, tentang pedoman pelaksanaan pengembangan desa siaga.
4. Surat edaran tentang Pelatihan Bidan Poskesdes.

B. Kondisi Faktual
1. Saat ini sudah terbentuk 445 Desa siaga dari 1.404 desa, (31,69%).
2. Jumlah kader dan tokoh masyarakat yang sudah dilatih, 353 desa berjumlah 1059 (terdiri dari 2 orang kader dan 1 orang tokoh masyarakat) .
3. Secara keseluruhan masih memerlukan pelatihan kader sebanyak 1051 desa atau sebanyak 3153 kader.
4. Sedangakan Jumlah tenaga bidan yang ada di desa 191 dari bidan yang sudah dilatih sebanyak 515 (terdiri dari bidan yang ada di desa, Puskesmas dan sebagian Rumah sakit).
5. Secara keseluruhan masih memerlukan bidan yang harus direkrut sebanyak 1.213, karena salah satu syarat terbentuknya desa siaga minimal ada 1 orang bidan per desa).

C. Permasalahan
1. Jumlah tenaga bidan tidak mencukupi dan distribusinya tidak merata.
2. Adanya kebijakan pemerintah dalam pengalokasian anggaran, mengakibatkan sebagian kegiatan pelatihan tidak dapat dilaksanakan.
3. Adanya kebijakan untuk pengangkatan tenaga kesehatan terutama bidan.
4. Pemahaman tentang Desa Siaga belum sepenuhnya di pahami oleh masing-masing bidang, sehingga terfokus kepada bidang Promkes.
5. Program desa siaga dianggap program baru, padahal merupakan program lama, sehingga tidak masuk dalam program unggulan di kabupaten/kota.
6. Mind site masyarakat tentang desa siaga, masih dikonotasikan sama dengan poliklinik desa.
7. Partisipasi semua pihak baik lintas sektor maupun lintas program masih sangat terbatas.
8. Diterapkannya program kesehatan gratis oleh beberapa kabupaten/kota, menghambat kemandirian masyarakat di bidang kesehatan.
9. Belum adanya/tersedianya dana operasional Poskesdes.

D. Saran usulan
1. Pelatihan Tokoh masyarakat dan kader sebanyak 1051 desa atau sebanyak 3153 kader.
2. Pelatihan Bidan yang ditempatkan di desa siaga sebanyak 1.213 bidan.
3. Operasional kader sebanyak 1.404 desa
4. Penyebaran Informasi Tentang Desa Siaga.
5. Dana dari Pusat tidak mencukupi untuk seluruh desa sehingga diperlukan dukungan daerah.


E. Rencana Pelaksanaan
- Sosialisasi desa siaga
- Pelatihan fasilitator Puskesmas
- Pelatihan Bidan
- Pelatihan kader dan Tokoh masyarakat
- Survey Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat Desa
- Pembentukan forum desa siaga
- Pembentukan desa siaga.
- Pelatihan tehnis bagi kader desa siaga.


F. Harapan dari Depkes
1. Kebutuhan bidan di desa agar dapat dipenuhi.
2. Biaya Pusat (DAK/DAU) agar dapat mendukung operasional Poskesdes.



VI. REGULASI PELAYANAN KESEHATAN

A.Latar Belakang

1. Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan merupakan salah satu strategi utama untuk menigkatkan derajat kesehatan masyarakat.
2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka dibutuhkan regulsi pelayanan kesehatan.
3. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota dalam era otonomi daerah memegang peranan utama sebagai prumusan kebijakan dan regulator kesehatan wilayah termasuk sebagai aregulator pelayanan kesehatan dengan tujuan utama untuk melindungi pemberi dan penerima pelayanan kesehatan serta untuk mendorong kompetisi mutu pelayanan

B. Kondisi Faktual

1. Seluruh sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah (Puskesmas dan Pusban)belum memilki ijin.
2. Masih banyak sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta yang belum Memenuhi standar.
3. Akreditasi sarana pelayanan kesehatan baru dilakukan pada rumah sakit dan baru 18,18 % rumah sakit yang terakreditasi dengan 5 pelayanan.
4. Baru 5 Puskesmas dan 4 rumah sakit yang mendapat sertifikasi.
5. Masih banyak tenaga kesehatan yang Melaksanakan tugas diluar kewenangan/kompetensi

C.Permasalahan

1. Dinas kesehatan sebagai regulator utama belum mampu menjalankan peran/fungsi regulasi seacara optimal.
2. Belum tersedianya berbagai infrasturktur regulasi, yaitu : kerangka kerja mutu pelayanan kesehatan (quality framework), peraturan daerah, ketersedian sumber daya manusia, instrumen regulasi dan dukungan dana untuk aktivitas regulasi serta keterlibatan masyarakat serta provider kesehatan (public-private partnership) dalam mendukung fungsi regulasi tersebut.
3. Masih kurangnya peraturan perundangan yang memberi jaminan perlindungan baik bagi penerima maupun pemberi pelayanan, misalnya peraturan tentang pelimpahan kewenangan kepada tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas diluar kewenangan/kompetensinya.

D.Sasaran dan Usulan

1. Penyusanan Perda yang mendukung terlaksananya fungsi regulasi yang efektif seperti Perda Peningkatan Mutu Pelayanan/Perda Perijinan.
2. Menigkatkan kompetensi staf Dinas kesehatan untuk menjalankan fungsi sebagai regulator seperti pelatihan tenaga surveyor regulasi.
3. Meningkatkan kapasitas Dinas kesehatan dengan penerapan Sistim Manajemen Mutu (sertifikasi ISO 9001-2000).
4. Membentuk tenaga independen yang membantu fungsi regulasi seperti pembentukan Komisi Mutu Pelayanan Kesehatan (KMPK) untuk sasrana pelayanan kesehatan dan Majelis Tenaga Kesehatrana Provinsi (MTKP) untuk tenaga kesehatan.
5. Menyusun berbagai instrumen regulasi seperti standar akreditasi Puskesmasa, standar minimum pelayanan sebagai bagian dari instrumen perijinan sarana kesehatan dan standar kompetensi tenaga kesehatan.
6. Penyusuanan Perda/Pergub untuk mengatur kewenangan sarana dan tenaga kesehatan didaerah terpencil.
7. Perlu didukung dana untuk aktifitas regulasi (survey/monitoring perijinan, akreditasi dan uji kompetensi/sertifikasi).
8. Pemberdayaan masyarakat dan provider kesehatan untuk mendukung fungsi regulasi.

E. Rencanan Pelaksanaan

1. Kerjasama dengan perguruan tinggi ( UGM) untuk pendampingan pengembangan regulasi pelayanan kesehatan
2. Kerjasama dengan organisasi profesi untuk membentuk MTKP
3. Kerjasama dengan provider kesehatan untuk membentuk KMPK
4. Kerjasama dengan media masa untuk menjalan peran/fungsi regulasi (Pengawasan/monitoring)

F.Harapan/Dukungan dari Depkes

1. Perlu fasilitas/dukungan dana untuk pengembangan regulsi pelayanan kesehatan
2. Melimpahkan kewenangan regulasi pelayanan kesehatan sesuai pembagian urusan dalam PP 38/2007
3. Membuat payung hukum untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan yang bkerja didaerah terpencil





Samarinda, 28 Maret 2009
Kepala Dinas Kesehatan,



SUTARNYOTO,SKM,Msi
NIP. 19541003-197401-1-001

Related Articles :


Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

 



"Terima kasih sudah berkunjung"

KUMPULAN ARTIKEL & HADIS-HADIS ROSULULLOH Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha