UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual;

b. bahwa dengan semakin meningkatnya peranan tenaga kerja dalam perkembangan pembangunan nasional di seluruh tanah air dan semakin meningkatnya penggunaan teknologi di berbagai sektor kegiatan usalia dapat mengakibatkan semakin tinggi risiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja;
c. bahwa perlindungan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja melalui program jaminan sosial tenaga kerja, selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga kerja;
d. bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3) dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3112) belum mengatur secara lengkap jaminan sosial tenaga kerja serta tidak sesuai lagi dengan kebutuhan;
e. bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu ditetapkan Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk scluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4);
3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201);

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
3. Pengusaha adalah:
a. orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
4. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara.
5. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian, atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan tenaga kerja, termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya.
6. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
7. Cacad adalah keadaan hilang alau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan.
8. Sakit adalah setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan.
9. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
10. Pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
11. Badan penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja.
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
Usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan diperlakukan sama dengan perusahaan, apabila mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain sebagaimana layaknya perusahaan mempekerjakan tenaga kerja.
BAB II
PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL
TENAGA KERJA

Pasal 3
(1) Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi.
(2) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 4
(1) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 5
Kebijaksanan dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Bagian Pertama
Ruang Lingkup

Pasal 6
(1) Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan Kematian;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
(2) Pengembangan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7
(1) Jaminan sosial tenaga kerja sebagiamana dimaksud dalam Pasal 6 diperuntukkan bagi tenaga kerja.
(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d berlaku pula untuk keluarga tenaga kerja.

Bagian Kedua
Jaminan Kecelakaan Kerja

Pasal 8
(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja.
(2) Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan Kecelakaan Kerja ialah:
a. magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak;
b. mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah perusahaan;
c. narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.

Pasal 9
Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) meliputi:
a. biaya pengangkutan;
b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
c. biaya rehabilitasi;
d. santunan berupa uang yang meliputi:
1. santunan sementara tidak mampu bekerja;
2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;
3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental.
4. santunan kematian.

Pasal 10
(1) Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam.
(2) Pengusaha wajib melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan oleh dokter yang merawatnya dinyatakan sembuh, cacad atau meninggal dunia.
(3) Pengusaha wajib mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan Penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya.
(4) Tata cara dan bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 11
Daftar jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketiga
Jaminan Kematian

Pasal 12
(1) Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas Jaminan Kematian.
(2) Jaminan Kematian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. biaya pemakaman;
b. santunan berupa uang.

Pasal 13
Urutan penerima yang diutamakan dalam pembayaran santunan kematian dan Jaminan Kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d butir 4 dan Pasal 12 ialah:
a. janda atau duda;
b. anak;
c. orang tua;
d. cucu;
e. kakek atau nenck;
f. saudara kandung;
g. mertua.
Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua

Pasal 14
(1) Jaminan Hari Tua dibayarkan secara sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala, kepada tenaga kerja karena:
a. telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau
b. cacad total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.
(2) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada janda atau duda atau anak yatim piatu.

Pasal 15
Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat dibayarkan sebelum tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, sctelah mencapai masa kepesertaan tertentu, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pasal 16
(1) Tenaga kerja, suami atau isteri, dan anak berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan meliputi:
a. rawat jalan tingkat pertama;
b. rawat jalan tingkat lanjutan;
c. rawat inap;
d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus;
g. pelayanan gawat darurat.

BAB IV
KEPESERTAAN

Pasal 17
Pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 18
(1) Pengusaha wajib memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya, daftar upah beserta perubahan-perubahan, dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha wajib menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara.
(3) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja, maka pengusaha wajib memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(4) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan kepada tenaga kerja, maka pengusaha wajib memenuhi kekurangan jaminan tersebut.
(5) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti tidak benar, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran jaminan, maka pengusaha wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Badan Penyelenggara.
(6) Bentuk daftar tenaga kerja, daftar upah, daftar kecelakaan kerja yang dimuat dalam buku, dan tata cara penyampaian data ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan olch Menteri.

Pasal 19
(1) Pentahapan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja disebabkan adanya pentahapan kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pengusaha wajib memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tenaga kerjanya sesuai dengan Undang-undang ini.
(3) Tata cara pelaksanaan hak tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

BAB V
IURAN, BESARNYA JAMINAN, DAN TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 20
(1) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, luran Jaminan Kematian, dan Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha.
(2) Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Pasal 21
Besarnya iuran, tata cara, syarat pembayaran, besarnya denda, dan bentuk iuran program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pengusaha wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam hal keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23
Besarnya dan tata cara pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan tata cara pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja yang harus dibayarkan kepada tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menghitung kembali dan menetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Menteri menetapkan kecelakaan kerja, dan besarnya jaminan yang belum tercantum dalam peraturan pelaksanaan Undang-undang ini.
(4) Perbedaan pendapat dan perhitungan besarnya jumlah jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) penyelesaiannya ditetapkan oleh Menteri.

BAB VI
BADAN PENYELENGGGARA

Pasal 25
(1) Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara.
(2) Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.

Pasal 26
Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), wajib membayar jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
Pasal 27
Pengendalian terhadap penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja oleh Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan oleh Pemerintah, sedangkan dalam pengawasan mengikutsertakan unsur pengusaha dan unsur tenaga kerja, dalam wadah yang menjalankan fungsi pegawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 28
Penempatan investasi dan pengelolaan dana program jaminan sosial tenaga kerja oleh Badan Penyclenggara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 29
(1) Barang siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1); dan Pasal 26, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,-(lima puluh juta rupiah).
(2) Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kedua kalinya atau lebih, setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 30
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) terhadap pengusaha, tenaga kerja, dan Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dikenakan sanksi administratif, ganti rugi, atau denda yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENYIDIKAN

Pasal 31
(1) Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi ketenagakerjaan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang a. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
b. melakukan penelitian terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
d. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti dan melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
e. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian sehubungan dengan tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 32
Kelebihan pembayaran jaminan yang telah diterima oleh yang berhak tidak dapat diminta kembali.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33
(1) Selama peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka semua peraturan perundang-undangan yang mengatur program asuransi sosial tenaga kerja, dan penyclenggaraannya yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, telah berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
(2) Selama peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka perusahaan yang telah menyelenggarakan program asuransi sosial tenaga kerja dan jaminan sosial tenaga kerja lainnya tetap melaksanakannya.
(3) Tenaga kerja yang telah menjadi tertanggung atau peserta dalam program asuransi sosial tenaga kerja dan jaminan sosial tenaga kerja lainnya dengan berlakunya Undang-undang ini tidak boleh dirugikan.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 35
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 Pebruari 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Pebruari 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 14
________________________________________

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1992
TENTANG
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

UMUM
Pembangunan sektor ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembangunan sumberdaya manusia merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan pada peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur baik materiil maupun spiritual.
Peranserta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan risiko yang dihadapinya. Oleh karena itu kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraannya, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitias nasional.
Bentuk perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan, dan gotong-royong sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pada dasarnya program ini menekankan pada perlindungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih lemah.
Oleh karena itu pengusaha memikul tanggung jawab utama, dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja. Di samping itu, sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja demi terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan baik.
Sudah menjadi kodrat, bahwa manusia itu berkeluarga dan berkewajiban menanggung kebutuhan keluarganya. Oleh karenanya, kesejahteraan yang perlu dikembangkan bukan hanya bagi tenaga kerja sendiri, tetapi juga bagi keluarganya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas, yang harus tetap terpelihara termasuk pada saat tenaga kerja kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko sosial antara lain kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia, dan hari tua.
Dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja, Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja sebagai perwujudan pertanggungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.
Jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek, antara lain:
a. memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
b. merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga (dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan dalam Undang-undang ini sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Akan tetapi mengingat objek yang mendapat jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-undang ini diprioritaskan bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan, perorangan dengan menerima upah, maka kepada tenaga kerja di luar hubungan kerja atau dengan kata lain tidak bekerja pada perusahaan, pengaturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

Adapun ruang lingkup yang diatur di dalam Undang-undang ini meliputi:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja.
Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacad karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan Kecelakaan Kerja.
Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relatif sehingga sulit ditetapkan derajat cacadnya, maka jaminan atau santunan hanya diberikan dalam hal terjadinya cacad mental tetap yang mengakibatkan tenaga kerja yang bersangkutan tidak bisa bekerja lagi.
2. Jaminan Kematian.
Tenaga Kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan Jaminan Kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
3. Jaminan Hari Tua.
Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau memenuhi persyaratan tertentu.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja. Di samping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.

Mengingat Jaminan sosial tenaga kerja merupakan program lintas sektoral yang saling mempengaruhi dengan usaha peningkatan kesejahteraan sosial lainnya, maka program jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan secara bertahap dan saling menunjang dengan usaha-usaha pelayanan masyarakat dalam bidang kesehatan, kesempatan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengawasan terhadap Undang-undang ini, dan peraturan pelaksanaannya dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Angka 1 sampai dengan Angka 12
Cukup jelas

Pasal 2
Yang dimaksud dengan usaha sosial dan usaha-usaha lain yang diperlakukan sama dengan perusahaan adalah yayasan, badan-badan, lembaga-lembaga ilmiah serta badan usaha lainnya dengan nama apapun yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan tenaga kerja.

Pasal 3
Ayat (1)
Dalam penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja ini dapat digunakan mekanisme asuransi untuk menjamin solvabilitas dan kecukupan dana guna memenuhi hak-hak peserta dan kewajiban lain dari Badan Penyelenggara dengan tidak meninggalkan watak sosialnya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja adalah orang yang bekerja pada setiap bentuk usaha (perusahaan) atau perorangan dengan menerima upah termasuk tenaga harian lepas, borongan, dan kontrak. Mengingat jaminan sosial tenaga kerja merupakan hak dari tenaga kerja, maka ketentuan ini menegaskan bahwa setiap perusahaan atau perorangan wajib menyelenggarakannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Lihat Penjelasan Umum.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur jaminan sosial tenaga kerja lainnya yang dapat diberikan kepada tenaga kerja dalam rangka meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja itu sendiri, beserta keluarganya antara lain program jaminan pesangon sebagai akibat pemutusan hubungan kerja.

Pasal 7
Ayat (1)
Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, setiap saat menghadapi risiko sosial berupa peristiwa yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan.
Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan perlindungan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan menjamin kesejahteraan tenaga kerja berserta keluarganya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Magang merupakan tenaga kerja yang secara nyata belum penuh menjadi tenaga kerja atau karyawan suatu perusahaan, tetapi telah melakukan pekerjaan di perusahaan.
Demikian pula murid atau siswa yang melakukan pekerjaan dalam rangka kerja praktek, berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja apabila tertimpa kecelakaan kerja.
Huruf b
Pemborong yang bukan pengusaha dianggap bekerja pada pengusaha yang memborongkan pekerjaan.
Huruf c
Narapidana yang dipekerjakan pada perusahaan perlu diberi perlindungan berupa jaminan Kecelakaan Kerja, jika tertimpa kecelakaan kerja.

Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Santunan berupa uang diberikan kepada tenaga kerja atau keluarganya. Pembayaran santunan ini pada prinsipnya diberikan secara berkala dengan maksud agar tenaga kerja atau keluarganya dapat memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya secara terus menerus.
Selain pembayaran santunan secara berkala dapat juga diberikan sekaligus. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong ke arah kegiatan yang bersifat produktif dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya.

Pasal 10
Ayat (1)
Di samping pengusaha wajib melaporkan kejadian kecelakaan, maka keluarga, Serikat Pekerja, kawan-kawan sekerja serta masyarakat dibenarkan memberitahukan kejadian kecelakaan tersebut kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keluarga yang ditinggalkan adalah isteri atau suami, keturunan sedarah dari tenaga kerja menurut garis lurus ke bawah, dan garis lurus ke atas, dihitung sampai derajat kedua termasuk anak yang disahkan. Apabila garis lurus ke atas dan ke bawah tidak ada, diambil garis ke samping dan mertua. Bagi tenaga kerja yang tidak mempunyai keluarga, hak atas Jaminan Kematian dibayarkan kepada pihak yang mendapat surat wasiat dari tenaga kerja yang bersangkutan atau perusahaan untuk pengurusan pemakaman.
Dalam hal magang atau murid, mereka yang memborong pekerjaan, dan narapidana meninggal dunia bukan karena akibat kecelakaan kerja, maka keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas Jaminan Kematian.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan biaya pemakaman antara lain pembelian tanah, peti mayat, kain kafan, transportasi, dan lain-lain yang bersangkutan dengan tata cara pemakaman sesuai dengan adat-istiadat, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta kondisi daerah masing-masing tenaga kerja yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, maka hak atas Jaminan Hari Tua yang dibayarkan secara berkala, diberikan kepada janda atau duda, atau anak yatim piatu. Apabila tenaga kerja meninggal dunia sebelum hak Jaminan Hari Tua timbul, maka.hak atas Jaminan Hari Tua tersebut diberikan kepada janda atau duda, atau anak yatim piatu secara sekaligus atau berkala.
Yang dimaksud dengan yatim piatu adalah anak yatim atau anak piatu, yang ada pada saat janda atau duda meninggal dunia masih menjadi tanggungan janda atau duda tersebut.

Pasal 15
Yang dimaksud dengan masa kepesertaan tertentu adalah jangka waktu tenaga kerja telah mencapai masa kepesertaan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. Pembayaran Jaminan Hari Tua berdasarkan masa kepesertaan tertentu dapat diberikan kepada tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja.

Pasal 16
Ayat (1)
Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspek-aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara tidak terpisah-pisah. Namun demikian khusus untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerja lebih ditekankan pada aspek kuratif dan rehabilitatif tanpa mengabaikan dua aspek lain.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat pertama adalah semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilakukan di Pelaksana Pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Huruf b
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat lanjutan adalah semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan) dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan rawat jalan tingkat pertama.
Huruf c
Yang dimaksud dengan rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit di mana penderita tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau rumah sakit Pelaksana Pelayanan Kesehatan lain.
Pelaksana Pelayanan Kesehatan rawat inap:
1. rumah sakit pemerintah pusat dan daerah;
2. rumah sakit swasta yang ditunjuk.
Huruf d
Yang dimaksud dengan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan adalah pertolongan persalinan normal, tidak normal dan/atau gugur kandungan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan penunjang diagnostic adalah semua pemeriksaan dalam rangka menegakkan diagnosa yang dipandang perlu oleh pelaksana pengobatan lanjutan dan dilaksanakan di bagian diagnostic, rumah sakit atau di fasilitas khusus untuk itu, meliputi:
1. pemeriksaan laboratorium;
2. pemeriksaan radiologi;
3. pemeriksaan penunjang diagnosa lain.
Huruf f
Yang dimaksud dengan pelayanan termasuk perawatan khusus adalah pemeliharaan kesehatan yang memerlukan perawatan khusus bagi penyakit tertentu serta pemberian alat-alat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti semula, yang meliputi:
1. kaca mata;
2. prothese gigi;
3. alat bantu dengar;
4. prothese anggota gerak;
5. prothese mata.
Huruf g
Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan yang memerlukan pemeriksaan medis segera, yang apabila tidak dilakukan akan menyebabkan hal yang fatal bagi penderita.

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Daftar keluarga merupakan keterangan penting sebagai bahan untuk menetapkan siapa yang berhak atas jaminan atau santunan. Hal ini untuk mencegah agar hak tersebut tidak jatuh kepada orang lain yang bukan keluarganya.
Daftar upah diperlukan untuk menentukan besarnya iuran dan jaminan atau santunan yang menjadi hak tenaga kerja. Daftar kecelakaan kerja diperlukan untuk mengetahui tingkat keparahan dan frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan yang gunanya untuk tindakan preventif dan pelaksanaan pembayaran jaminan atau santunan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Sesuai dengan tahap perkembangan pembangunan nasional yang berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat pada umumnya dan perusahaan pada khususnya dalam membiayai program jaminan sosial tenaga kerja maupun kemampuan administrasi, dipandang perlu diadakan pentahapan kepesertaan.
Ayat (2)
Pada prinsipnya semua tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan jaminan sosial tenaga kerja.
Dengan adanya pentahapan kepesertaan dan tidak diberlakukannya lagi Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia, maka terdapat tenaga kerja yang tidak mendapatkan perlindungan terhadap risiko kecelakaan kerja.
Sesuai dengan prinsip risiko pekerjaan (risque profesionnel) di mana risiko ditimpa kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan merupakan tanggung jawab pengusaha, maka pengusaha yang belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja tetap bertanggung jawab atas Jaminan Kecelakaan Kerja bagi tenaga kerjanya.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Kecelakaan kerja pada dasarnya merupakan suatu risiko yang seharusnya menjadi tanggung jawab pengusaha. Oleh karena itu, pembiayaan-program ini sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha, sedangkan jaminan sosial tenaga kerja lebih menekankan kepada aspek kemanusiaan, di mana pengusaha perlu memperhatikan nasib tenaga kerja serta keluarganya. Oleh karena itu, beban Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Jaminan Kematian (ditanggung oleh pengusaha.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal pengusaha yang telah mempunyai itikad baik untuk membayar iuran dan mengumpulkan iuran tenaga kerjanya, tetapi ternyata terlambat membayarkan kepada Badan Penyelenggara dari waktu yang ditentukan, dapat diwajibkan membayar tambahan presentase pembayaran yang diperhitungkan dengan keterlambatannya.

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Dalam rangka memberikan pelayanan, acara cepat kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan, maka Badan Penyelenggara perlu segera mengadakan perhitungan, dan secepatnya membayarkan jaminan dimaksud kepada yang berhak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal ketetapan Menteri belum ada, maka untuk mempercepat dan memperlancar pemberian Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tenaga kerja, maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menetapkan sementara kecelakaan kerja, dan besarnya jaminan setelah memperoleh pertimbangan dokter penasihat, sedangkan penetapan akhir oleh Menteri.
Yang dimaksud dengan dokter penasihat adalah dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan atas usul dan diangkat oleh Menteri untuk keperluan pelaksanaan Undang-undang ini.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bentuk Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud adalah Perusahaan Perseroan (PERSERO).
Mengingat luasnya program dan besarnya jumlah kepesertaan maka program jaminan sosial tenaga kerja bila dipandang perlu dapat diselenggarakan oleh lebih dari satu Badan Usaha Milik Negara.
Ayat (3)
Mengingat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja melaksanakan program peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja yang dananya berasal dari iuran pengusaha dan tenaga kerja, maka Badan Usaha Milik Negara yang diserahi tugas menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, sudah sewajarnya mengutamakan pelayanan kepada peserta di samping melaksanakan prinsip solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas.
Dengan demikian Badan Penyelenggara dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dan dapat membiayai kebutuhannya sendiri sebagai perusahaan, sehingga tidak akan membebani anggaran belanja Negara.

Pasal 26
Yang dimaksud dengan tidak lebih dari 1 (satu) bulan adalah setelah dipenuhinya syarat-syarat teknis dan administratif oleh pengusaha dan atau tenaga kerja.

Pasal 27
Pemberian peranan kepada unsur tenaga kerja, unsur pengusaha bersama-sama dengan unsur pemerintah dalam penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja akan meningkatkan rasa ikut memiliki, dan rasa ikut bertanggung jawab dalam rangka upaya menyukseskan penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja, mengingat sebagian besar dari kekayaan yang dimiliki oleh Badan Penyelenggara berasal dari iuran pengusaha dan tenaga kerja.

Pasal 28
Upaya pengamanan kekayaan/asset Badan Penyelenggara dan investasinya harus memenuhi syarat aman, memberikan hasil, memenuhi kewajiban (likuid), dan diversifikasi dalam bentuk yang menguntungkan serta mencegah risiko yang tidak diinginkan.
Mengingat program jaminan sosial tenaga kerja menyangkut kepentingan tenaga kerja yang sebagian besar mereka yang berpenghasilan rendah, maka upaya pengamanan kekayaan baik investasi, pengelolaan maupun penyimpanan uang harus terjamin.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 32
Kelebihan pembayaran jaminan disengaja ataupun tidak kepada yang berhak akibat kekeliruan penetapan perhitungan, oleh Badan Penyelenggara atau Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan tidak dapat diminta kembali mengingat keadaan sosial ekonomi tenaga kerja atau keluarganya.

Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur program asuransi sosial tenaga kerja adalah semua peraturan perundang-undangan yang mengatur Asuransi Kecelakaan Kerja, Tabungan Hari Tua yang dikaitkan dengan Asuransi Kematian dan jaminan sosial tenaga kerja lainnya yang selama ini telah dilaksanakan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dengan berlakunya Undang-undang ini perusahaan yang telah mempertanggungkan tenaga kerjanya pada program jaminan sosial tenaga kerja yang lebih baik atau lebih tinggi, maka tenaga kerjanya tidak boleh dirugikan.

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Related Articles :


Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

 



"Terima kasih sudah berkunjung"

KUMPULAN ARTIKEL & HADIS-HADIS ROSULULLOH Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha