ASURANSI ANGKUTAN UDARA


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

      Asuransi udara termasuk cabang Asuransi yang masih muda. Perkembangan pertama pesawat udara pada permulaan abad kedua puluh masih merupakan alat pengangkutan yang penuh bahaya serta mengandung resiko yang sangat besar. Baru pada tahun 1912 polis pesawat udara pertama ditandatangani oleh sebuah sindikat ”Lloyds Underwriters” di London.
Pasal 1 butir 13 UU No 15 tahun 1992 yang berbunyi ” Angkatan udara adalah setiap kegiatan udara dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, serta pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar ke bandar udara lain atau beberapa bandar udara”. Memperhatikan ketentuan perundangan-undangan di atas dapat disimpulkan bahwa angkutan udara merupakan bagian dari kegiatan penerbangan.
Tidak disangkal lagi bahwa kegiatan penerbangan serta angkutan udara menghadapi banyak resiko. Adapun yang penting di sini adalah resiko itu menunjukkan suatu ketidakpastian serta bersifat negatif.seperti yang disebutkan oleh Ali Ridlo (1984:4) risiko yang ditimbulkan dari angkutan udara mengemban sifat-sifat yang khusus dibandingkan dengan risiko/bahaya yang terdapat pada bentuk angkutan lain.
Risiko yang dihadapi dalam angkutan udara berbeda halnya dengan resiko yang dihadapi pada angkutan laut maupun darat. Pada angkutan laut maupun darat apabila terjadi kecelakaan atau kerusakan masih dapat ditolong. Namun, pada angkutan udara, apabila terjadi risiko maka dapat menolong hanyalah orang-orang yang ada dalam pesawat udara itu sendiri.





B. IDENTIFIKASI MASALAH
     Dalam rangka memahami mengenai asuransi udara, ada baiknya apabila penulis memaparkan beberapa identifikasi masalah agar pembahasan mengenai asuransi udara menjadi lebih terarah, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Apa saja yang menjadi pengecualian didalam Asuransi Udara ?
2. Bagaimanakah peraturan serta pembayaran ganti rugi dalam Asuransi udara ?
3. Bagaimana Peran Asuransi Udara?


BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. SUMBER SERTA DASAR HUKUM ASURANSI UDARA
Asuransi udara melindungi pihak tertanggung pada umumnya terhadap bahaya-bahaya yang disebabkan atau yang berkaitan dengan digunakannya pesawat udara.
Pada umunya asuransi udara dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu:

1. Asuransi orang, yaitu penumpang serta awak pesawat (personal insurance),
2. Asuransi kebendaan (property insurance),
3. Asuransi pertanggungjawaban (liability insurance).
Perkembangan polis Asuransi udara sedapat mungkin mengambil contoh dari bentuk-bentuk polis asuransi yang lain.
Perjanjian asuransi udara dikuasai oleh ketentuan-ketentuan mengenai asuransi pada umunya, berarti berlaku ketentuan-ketentuan dalam BAB IX Buku Kesatu KUHD.Perjanjian asuransi merupakan perjanjian kemungkinan (kansovereenkomst) dengan pasal 1774 KUH Perdata sebagai dasar hukumnya, yang berbunyi:
”suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah:1) perjanjian pertanggungan, 2)bunga cagak hidup, 3)perjudian serta pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur didalam KUH Dagang ”.
Perjanjian terbentuk cukup dengan tercapainya kata sepakat, serta perjanjian asuransi termasuk bentu konsensual pasal 255 jo 257 KUHDagang yang berbunyi ” Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis”.


Pasal 1 butir 1&13 UU No.15 Thn 1992

“Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan penerbangan, serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain yang terkait”
“Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara”
Berdasarkan pasal diatas dapat di simpulkan bahwa penerbangan itu tidak hanya berkaitan dengan bandara, pesawat melaikan harus ada jaminan keselamatan terhadap para penumpang

Pasal 1 butir 6 UU No.3 thn 1992

“Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui”.
Berdasarkan pasal diatas yang menyangkut kecelakaan kerja adalah dimana pada saat pesawat menutup pintu untuk lepas landas sampai pesawat itu tinggal landas dan membuka kembali pintunya.

Pasal 1 butir 1 UU No.2 tahun 1992
“Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Bedasarkan pasal di atas bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian antara pihak kesatu dan pihak kedua atau pihak tertanggung dan penanggung dengan menggunakan alat bukti

B. SUBJEK-SUBJEK HUKUM DALAM ASURANSI UDARA
Adapun pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan angkutan udara adalah sebagai berikut:
1. Pihak Penanggung
b. Pengangkut udara
c. Penumpang
1. Pihak Tertanggung
A, Pemilik kargo termasuk pos
b. awak pesawat udara
c. Pengelola bandar udara, dan
d. Pembuat pesawat udara.

C. MACAM-MACAM ASURANSI UDARA
Berdasarkan perbedaan pihak tertanggung yang menutup asuransi, perbedaan kepentingan serta objek bahaya, asuransi udara dapat dibagi menjadi;
a. Manufacture Insurance
Manufacture Insurance (Pembuat Pesawat Udara) dapat menutup asuransi dengan cara:
1. Dalam hal ini pihak fabrikan pertama bisa mengausuransikan kompleks fabrikan pesawat dengan asuransi kebakaran.
2. Terhadap yang telah selesai dibuat serta disimpan di hanggar, diasuransikan casco insurance.
3. Terhadap ketepatan waktu produksi berdasarkan pesanan, diasuransikan dengan product insuransce.
4. Penyerahan dari penjualan pesawat ditutup dengan leveringverzekering.
5. Lepas jual dalam masa tertentu ditutup dengan guarantee insurance atau construction insurance.
6. Selain itu pihak fabrikan bisa menutup test insurance, tentoonstelling-verzekering, acrobaticverzekering dan races-verzekering.
7. Dia samping manufacture insurance yang objeknya pesawat, bisa juga manufacture insurance yang objeknya bahan bakar untuk pesawat udara.
Jenis asuransi dimaksud termasuk golongan asuransi kerugian, dan belum mendapat pengaturan baik dalam Ordonansi Pengangkutan Udara stb 1939 Nomor 100 maupun dalam UU No 15 tahun 1992.

b. Hull Insurance atau Casco Insurance
Hull insurance (Asuransi pesawat udara), yang dapat ditutup untuk tubuh pesawat itu sendiri baik terhadap risiko kerusakan, kehancuran (total loss) maupun keadaan tidak dapat dipergunakan (loss of use).
Jenis asuransi ini belum mendapat pengaturan baik dalam Ordonansi Pengangkutan Udara Stb 1939 No 100 maupun dalam UU No 15 tahun 1992 tentang penerbangan. Akan tetapi, dalam Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK/13/S/1971 tanggal 188 Januaru 1971tentang syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan mengenai Penggunaan Pesawat Terbang secara Komersal di Indonesia, disebutkan antara lain untuk mendapatkan izin operasi atau konsesi perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan surat permohonan kepada Menteri Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Disebutkan selanjutnya bahwa surat permohonan tersebut harus memuat keterangan, antara lain mengenai asuransi pesawat, penumpang, dengan pihak ketiga. Memperhatikan ketentuan di atas, tersimpul bahwa pengangkut udara harus mengasuransikan pesawatnya agar diizinkan untuk beroperasi.
c. Crew Insurance
Asuransi awak pesawat udara mempunyai kepentingan untuk mengasuransikan awak pesawatnya, karena berdasarkan perjanjian kerja yang dibuatnya, pengangkut udara sebagai majikan bertanggung jawab atas keselamatan, serta kesejahteraan pekerjanya. Di samping itu, pengangkut udara akan menderita kerugian yang tidak dapat dinilai dengan uang apabila terjadi kecelakaan yang menimpa awak pesawatnya. Dewasa ini diatur mengenai kewajiban pengangkut udara untuk mengasuransikan awak pesawatnya yaitu dalam Pasal 48 UU No 15 tahun 1992. kewajiban untk menutup asuransi bagi awak pesawat udara dimaksud disertai ancaman sanksi berupa ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda setinggi-tingginya 36 juta rupiah (Pasal 1 UU No 15 tahun 1992).
Undang-undang No 3 tahun 1992 mewajibkan kepada setiap perusahaan/pengusaha untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang bersangkutan meliputi:
1. jaminan kecelakaan kerja,
2. jaminan kematian,
3. jaminan hari tua,
4. jaminan pemeliharaan kesehatan.
Pasal 29 Undang-undang No 3 tahun 1992 kemudian memberikan sanksi kepada pelanggar ketentuan dimaksud, yaitu berupa hukuman kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya 50 juta rupiah.

d. Liability Insurance (Asuransi Pertanggungjawaban)
Dalam kedudukannya sebagai pihak yang menyelengaarakan jasa angkutan udara, pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang menimpa penumpang, pemilik barang/pos, pemilik bagasi dan pihak ketiga (Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 44 ayat (1) UU No 15 tahun 1992). Kecuali tanggung jawab terhadap pihak ketiga, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 28 Ordonansi Pengangkutan Udara Stb 1939 Nomor 100 mangatur hal sama mengenai pertanggung jawaban pengangkur udara tersebut.
Berdasarkan hal dia atas, pengangkut udara mempunyai kepentingan untuk menutup:
1. asuransi pertanggungjawaban terhadap penumpang,
2. asuransi pertanggungjwaban terhadap bagasi tercatat/kargo/pos yang diangkutnya,
3. asuransi pertanggungjawaban terhadap kerugian karena kelambatan,
4. asuransi pertanggungjwaban terhadap kerugian yang menimpa pihak ketiga.
Dalam Undang-undang No 15 tahun 1992, asuransi pertanggungjawaban yang dimaksud dia atas diatur sebagai asuransi wajib yang disertai sanksi bagi pelangarnya (Pasal 47 jo 70 UU No 15 tahun 1992). Keadaan demikian tidak terdapat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara Stb 1939 Nomor 100.

e. Personal Accident Insurance (Penumpang Pesawat Udara)
Penumpang mempunyai kepentingan untuk menutup asuransi kecelakaan bagi dirinya meskipun pengangkut udara telah menutup asuransi pertanggungjwaban terhadap penumpang tersebut. Dengan demikian, kepentingan asuransi yang ditutup oleh penumpang dengan kepentingan yang ditutup oleh pengankut udara tidak sama, sehingga penutupan asuransi oleh penumpang untuk dirinya tidak dilarang. Adapun alasan penutupan asuransi sendiri oleh penumpang adalah:
1. dianutnya prinsip pertanggungjawaban berdasarkan praduga (presumption of liability) sebagaimana dianut dalam Pasal 29 Ordonansi Pengangkutan Udara Stb 1939 Nomor 100 memungkinkan pengangkutan untuk membebaskan dirinya dari pertanggungjwaban.
2. adanya pembatasan pertanggungjwaban pengangkut (limitation of liability) seperti yang diatur dalam pasal 30 ayat (1) Ordonansi Pengangkutan Udara, menunjukkan bahwa krugian dia atas limit tersebut perlu untuk diasuransikan.

Asuransi yang ditutup oleh penumpang ini adalah asurasni kecelakaan diri yang khusus untuk satu kali perjalanan yang diulai dari tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan. Dengan ditutupnya asuransi kecelakaan diri oleh penumpang terebut, akan diberikan santunan apabila penumpang tersebut meniggal dunia, cacat atau memerlukan biaya-biaya perawatan.
Asuransi kecelakaan diri yang ditutup oleh penumpang pesawat udara terdiri dari 2 macam yaitu:
1. asuransi wajib yang juga menrupakan asuransi social sebagaiman diatur dalam UU No 33 tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah No 17 tahun 1965 tentang Dana Pertangguangan Wajib Kecelakaan Penumpang. Asuransi wajib ini berlaku bagi setiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, angkutan laut dan angkutan udara.
2. asuransi sukarela yang ditutup olej kesadaran dan kehendak penumpang sendiri, sehingga jenis asuransi ini diadakan dia luar pengetahuan pengangkut.

f. Cargo Insurance (Auransi Kargo)
Pemilik bagas tercatat, pemilik kargo termasuk pos mempunyai kepentingan terhadap kerugian yang menimpa barang kirimannya. Oleh karena itu, secara sukarela, pemilik barang ini dapat menutup asuransi atas beban sendiri melalui asuransi pengangkutan. Hal-hal yang mendorong ditutupnya asuransi demikian antara lain karena adanya pembatasan-pembatasan tanggung jawab pengangkut, terutama jumlah ganti ruginya. Akan tetapi, dengan ditutupnya asuransi kargo oleh penumpang ini tidak akan menghilangkan atau mengurangi pertanggungjawaban pengangkut udara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

D. PERHITUNGAN PREMI DALAM ASURANSI
    Premi asuransi udara dapat dihitung dengan dua cara, yaitu dengan tarif tetap atau penutupan tia-tiap kejadian.
Untuk menentukan besar kecilnya risiko, dipengarhui oleh beberapa penlaian seubjektif, seperti kemampuan dari pilot, bagaimana caranya mempergunakan pesawat serta fasilitas-fasilitas lapangan terbang yang ada, serta lain-lain, yang menyebabkan tidak mudahnya menentukan ukuran yang tetap akan besarnya premi
Untuk penerbangan percobaan biasanya premi dibayar untuk waktu satu tahun, untuk terbang penyerahan premi diperhitungkan untuk tiap penerbangan. Bisa juga premi dihitung menurut jam terbang seperti pada penerbangan percobaan rutin

BAB III
PEMBAHASAN

A. PERAN ASURANSI DALAM ANGKUTAN UDARA DI INDONESIA

Penjelasan di atas telah diutarakan bahwa kegiatan angkutan udara sarat dengan risiko yang cukup besar. Namun, di sisi lain diketahui pula bahwa asuransi merupakan suatu lembaga pengalihan serta pembagian risiko yang banyak manfaatnya dalam kehidupan manusia, di antaranya dapat menggalang suatu tujuan yang lebih besar sehingga melahirkan rasa optimisme dalam meningkatkan usaha, yang berakibat pula menaikkan efesiensi serta kegiatan usaha.
Asuransi akan berperan cukup besar dalam mengatasi risiko angkutan udara. Seperti yang dikatakan oleh Ali Ridlo bahwa lembaga asuransi dapat mendorong serta menghambat perkembangan angkutan udara.Dikatakan menghambat (remmen) apabila selalu menetapkan syarat-syarat minimum mengenai keamanan serta keselamatan serta menutup eksperimen-eksperimen yang berbahaya. Serta dikatakan mendorong dengan berhasilnya penerapan-penerapan pendapatan-pendapatan teknologi baru yang dapat meningkatkan keselamatan dengan memberikan kewajiban membayar premi yang makin rendah.
Secara keseluruhan berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa lembaga asuransi memberikan suatu peranan yang cukup besar dalam pengembangan kegiatan angkutan udara. Hal itu disebabkan, dengan menutup asuransi, yang berkepentingan merasa memiliki suatu jaminan apabila risiko yang dihadapi menjadi kenyataan berupa kerugian.

B. MENANGGUNG RESIKO
Resiko adalah kemungkinan penyimpangan yang tidak diharapkan. Kemungkinan itu adalah berupa terjadinya hal yang tidak diharapkan atau terjadinya hal yang diinginkan. Kejadian yang demikian bisa disebut kerugian atau loss.
A. Jenis Resiko
Resiko dapat digolongkan kedalam:
1. resiko spekulatif
2. resiko murni
Kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari perkiraan (expectations) ke salah satu dari dua arah. Artinya ada kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan dan ada pula penyimpangan yang merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada maka kita katakan resiko itu bersifat spekulatif.
Lawan dari resiko spekulatif adalah resiko murni yaitu yang ada hanya kemungkjnan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan untung. Resiko murni ini hanya bergerak ke satu arah saja yaitu ke arah kemungkinan kerugian.
Setiap usaha ekonomi itu penuh dengan resiko, baik resiko spelkulatif maupun resiko murni. Walaupun kategori suatu resiko itu tidak selalu jelas, namun -kebanyakan resiko dapat diklasifikasi. Apakah suatu resiko itu spekulatif atau murni bergantung pada pendekatan yang digunakan. Resiko spelkulatif tidak dapat diasuransikan. Hanya resiko murni yang dapat diasuransikan. Asuransi adalah alat utama bagi orang yang terbuka terhadap kemungkinan resiko murni.
B. Sumber Resiko
Sumber penyebab kerugian/resiko dapat diklasifikasikan sebagai resiko sosial, resiko fisik dan resiko ekonomi. Menentukan sumber resiko adalah penting karena mempengaruhi cara penanganannya.

• Resiko Sosial
Sumber utama resiko adalah masyarakat, artinya tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang merugikan dari harapan kita. Sulit jika tidak mungkin untuk menldaftar segala penyebab kerugian yang bersifat sosialini, tetapi contoh berikut dapat menggambarkan sifat dan peranan sumber resiko ini.
Vandalisme (perusakan) merupakan sumber resiko bagi pemilik gedung. Rumah-rumah yang pemiliknya pergi berlibur dan mobi-mobil yang diparkir di jalan merupakan sasaran empuk para perusak ini. Ribuan rumah terbakar arson (membakar rumah sendiri untuk menagih asuransi) setiap tahun. Huru-hara semakin menjadi-jadi akhir-akhir ini. Para perusuh itu merampas toko-toko dan merusak segala macam harta. Pemogokan juga menyebabkan kerugian produksi sampai jutaan dolar. Pemogokan yang lama dapat menyebabkan kerugian besar dan bahkan menyebabkan bangkrutnya perusahaan. Pemogokan juga kadang-kadang menjurus kekerasan yang menimbulkan banyak kerusakan harta dan juga cedera badan atau kematian.

• Resiko Fisik
Ada banyak sumber resoko fisik yang sebagiannya adalah fenomena alam, sedangkan yang lainnnya disebabkan oleh kesalahan manusia. Banyak resiko yang kompleks sumbernya tetapi termasuk terutama ke dalam kategori fisik. Cuaca, iklim adalah resiko yang serius. Kadang-kadang hujan terlalu banyak sehingga panen kena banjir dan sungai meluap.Banjir terjadi setiap tahun. Yang berubah hanyalah lokasinya, malahan kadang-kndang berulang pada !okasi yang sama. Banjir menimbulkan kerugian jiwa dan jutaan dolar kerugian harta. Sebaliknya kekeringan juga menyebabkan kerugian besar karena kerusakan panen dan juga rusaknya tanah bila disertai angin. Badai salju juga menghancurkan panen dan kerusakan harta yang serius.

C• Mencegah dan Mengendalikan Resiko
Telah diuraikan di atas bahwa beberapa resiko dapat dihindari dengan menarik diri dan kegiatan yang berkenaan dengan resiko tersebut.. Jadi, seseorang yang tidak bermain ski akan terhindar dari resiko kecelakaan dalam bermain ski. Akan tetapi jika ia ingin bermain ski kendatipun adanya resiko tersebut, maka ia dapat mengambil langkah-langkah yang dapat mengurangi kemungkinan cedera itu misalnya dengan mengikuti program pelajaran dan latihan ski.
Ini adalah mencegah dan mengendalikan resiko. Akan tetapi perhatikanlah bahwa resiko cedera itu masih tetap ada, kerugian masih mungkin terjadi.

D• Menahan Resiko
Menahan resiko berarti memikul resiko kemungkinan kerugian. Ini mungkin terjadi apabila seseorang yang terbuka terhadap resiko itu tidak menyadarinya. Jadi, resiko itu tidak menimbulkan kekhawatirannya sehingga diabaikannya. Jutaan orang rnenahan resiko penyakit kanker dengan mengisap rokok karena tidak mengetahui adanya resiko itu. Banyak orang berdalih/merasionalisasi
penahanan resiko ini dengan menganggapnya tidak ada. Beberapa resiko ditahan orang karena dianggap remeh.

E• Memindahkan Resiko
Cara terpenting untuk memindahkan resiko adalah asuransi. Dengan asuransi, seseorang at au perusahaan memindahkan resiko tertentu yang dipikulnya kepada perusahaan asuransi dengan membayar premi.

C. PENGECUALIAN TERHADAP KERUGIAN

1. tidak ada ganti kerugain atau biaya perbaikan pesawt udara untuk :
a. Keausan, karatan, sifat pembawaan interent, perbuatn tidak pantas tertanggung.
b. Kerusakan/ kehancuran elektis/ mekanis, peledakan dan lain-lain kerusakan sejenis.
2. Tidak dijamin yang berkenaan dengan kerusakaan atau kecelakan badan atau harta benda yang dialami oleh:
a. Orang-orang yang berkerja pada tertanggung atau bertidk atas nama tertanggung.
b. Pilot dan kru pesawat Udara, kecuali diasuransikan.
c. Harta benda milik tertanggung
3. Tidak dijamin atas kerugian atau kerusakan atau kecelakanbadan atau harta benda sebagai akibat dari :
a. Pesawat Udara diangkut, kecuali bila pesawat udara diangkut karena kecelakaan yang dijamin
b. Penggunaan landasan yang belum berlinsensi, kecuali dalam keadaan terpaksa atau pendaratan darurat.
c. Sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari perlombaan kecepatan, kecuali ditutup asuransi.
d. Akibat langsung atau tak langsung dari peperangan atau bahaya peperangan, kecuali ditutup asuransi resiko perang.
e. Akibat langsung atau tak langsung dari pemogokan, huru hara atau kekacauan, kegaduhn sipil, dan lain-lainnya sejenis, kecuali ditutup Asuransi untuk resiko kerugian.
4. Tidak dijamin atas kerugian atau keruskan atau kecelakan badan bila:
a. Pesawat udara melakukan penerbangan tanpa laik udara.
b. Melakukan penerbangan tanpa izin dari intasi yang berwenang.
c. Pesawat Udara digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh undang-undang.

D. PERATURAN DAN PEMBAYARAN GANTI RUGI ASURANSI UDARA
Berdasarkan Pasal 283 KUHD, yang berbunyi “ Dengan tidak mengurangi adanya ketentuan-ketentuan khusus mengenai berbagai macam pertanggungan, maka wajiblah seorang tertanggung untuk mengusahakan segala sesuatu guna mencegah atau mengurangi kerugian dan wajiblah ia segera setelah terjadinya kerugian itu, memberitahukannya kepada si penanggung semuanya itu atas ancaman mengganti biaya, rugi dan bunga, apabila ada alasan untuk itu”. tertanggung diwajibkan untuk memberitahukan semua kerugian dan sejauh mungkin berusaha untuk mencegah atau mengurangi kerugian.


Kerugian pada asuransi pesawat bisa merupakan:
1. total loss, atau
2. partial loss.
Terjadi total jika pesawat yang diasuransikan itu sama sekalil kehilangan fungsinya bagi tertanggung, hal ini terjadi pada hilangnya pesawat dan pesawat tidak dapat lagi diperbaiki.
Partial loss terjadi bila pesawat mengalami kerusakan sebagian akibat akibat kecelakaan atau bahaya-bahaya yang diasuransikan.
Perusahaan asuransi mengganti biaya-biaya perbaikan pesawat menjadi sehat kembali. Biaya-biaya perbaikan meliputi semua biaya dari bahan-bahan, suku cadang dan tenaga.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan penanggung antara lain:
1. Usia, tipe dan jenis pesawat
2. Tujuan pengangkutan, orang atau penumpang, penerbangan komersial atau nonkomersial
3. Sifat penerbangan, scheduled atau nonscheduled.
4. Wilayah penerbangannya.
5. Tentang reparasi pesawat bila terjadi kerusakan.
6. Jumlah pertanggungan.
7. Syarat-syarat asuransi termasuk luas jaminan
8. Warra.ties, besarnya deductible atau excess.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

 Tidak ada ganti kerugain atau biaya perbaikan pesawat udara untuk Keausan, karatan, sifat pembawaan interent, perbuatn tidak pantas tertanggung. Serta Kerusakan/ kehancuran elektis/ mekanis, peledakan dan lain-lain kerusakan sejenis.Tidak ada ganti kerugain yang berkenaan dengan kerusakaan atau kecelakan badan atau harta benda yang dialami oleh Orang-orang yang berkerja pada tertanggung atau bertindak atas nama tertanggung, Pilot dan kru pesawat Udara, kecuali diasuransikan. Serta harta benda milik tertanggung.

 Berdasarkan Pasal 283 KUHD, tertanggung diwajibkan untuk memberitahukan semua kerugian dan sejauh mungkin berusaha untuk mencegah atau mengurangi kerugian. Kerugian pada asuransi pesawat bisa merupakan total loss dan partial loss.

 Undang-undang Nomor 15 tahun 1992 tentang penerbangan mengatur mengenai peranan asuransi udara untuk mengatasi risiko yang dihadapi dalam angkutan udara.

Related Articles :


Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

 



"Terima kasih sudah berkunjung"

KUMPULAN ARTIKEL & HADIS-HADIS ROSULULLOH Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha