True story dari seorang ibu....
Waktu itu memasuki bulan ke-3 thn 2002 tepatnya usia janin dlm perutku udah genap 8 bulan…ini menandakan ntar lagi aku bakal punya "bocah kecil". Mas Happy pun memberi support, 30 hari berpuasa akan dijalaninya nanti, sebagai niatnya atas kelahiran bayi mungil kami, en…… s'perti banyak kubaca dan kudengar dr orang2 kalo' di usia kehamilan inilah..perasaan seorang calon ibu lagi peka2nya…sensitive banget….p'kok'e sering tdk menentu. Akhirnya terbuktikan juga olehku..kalo' 'keadaan' itu bukan cuman teori atau 'hantu kata' yg sering mencemaskan semua calon ibu di dunia ini, namun bener2 terjadi…berbagai butir2 perasaan yg berlainan saling campur aduk..di hatiku… ada gundah, senang, haru, cemas bahkan yg lebih parah ada perasaan "takut mati"…Subhanallah… semuanya meronrong, bersarang bergantian. Akibat perasaan inilah aku memutuskan u/ melahirkan di dekat Mama, sekalian bisa pulang kampung, maklum….kota tempatku bekerja terpisah jauh puluhan ribu km dengan tempat asalku.
Tepat tgl 11 Maret 2002 aku bertolak menuju Makassar, sebelumnya..aku diantar Mas Happy ke Bandara Frans Kaisiepo u/ check in tiket….dengan segala perasaan ikhlas kutinggalkan suamiku…dan diapun janji akan menyusulku jika hari "H" nya udah dekat….sesaat sebelum berangkat diciumnya keningku …sejuk dan teduh…terselip dlm hati…kalau ciuman itu sekaligus doa dan asa….sebagai seorang suami dan calon Ayah dr anakku kelak….
Bulan Maret udah mo' hampir abis…tapi mules2 di perutku plus flek2 sama sekali belum muncul…perasaanku makin cemas..seharusnya sekarang-sekarang ini aku udah bisa menimang mutiara kecilku. Dan spertinya ada yg tdk beres dgn kandunganku, hatiku makin panik dan was-was….jangan…jangan…ah, sudahlah..aku hanya bisa berserah diri dan banyak2 bersujud kepadaNYA, mengharap belaian-NYA untuk memberi setiap kemudahan…sekaligus kusemangati diriku u/ segera menamatkan bacaan Al-Qur'an…kebetulan nadzarku kemarin..pengen Khatam Al-Qur'an 2 kali selama hamil.
MasyaAllah…. hari sudah melompat ke bulan April namun tanda2 bersalin belum juga berkenan, Apakah ini pengaruh obat penahan kontraksi itu ???…yang diinjeksikan ke tubuhku beberapa hari sebelum keberangkatanku ke Makassar ? Setelah dirudung keraguan…. buntut2nya kukonsultasikan juga hal ini kepada Dokter kandunganku….maklum ..sebagai calon ibu muda ..aku mesti pinter2 menyiasati diri kalau2 butuh nasehat seorang Dokter…dan akhirnya kuterima juga keputusan di hari itu , bahwa usia kehamilanku sudah lewat hari, bahkan 5 hari kedepan tepatnya 6 April, Dokterku akan mengambil tindakan u/ segera mengeluarkan bayiku…entah itu melalui Drips atau Caesar… Subhanallah….aku semakin takut…pertanda apa lagi ini ??? Aku pun hanya bisa berbisik sambil bermunajat " Yaa..Allah…Engkaulah yang lebih berhak atas diriku dan bayiku, bukan siapa-siapa …Engkaulah yang memberi kehidupan dan sesudahnya….memberi segalanya…"
Hari Sabtu sore, 6 April 2002, saya ditemani Mama,Bapak, dan Mas Happy bergegas ke Klinik Bersalin "SUCI", tempat dimana saya berencana u/ bersalin. Setelah menunggu beberapa menit di Ruang Tunggu, akhirnya sayapun masuk ke Ruang Dokter u/ pemeriksaan dengan ditemani Mas Happy. Setelah melakukan beberapa tahap pemeriksaan, Dokterku segera membuat resume bahwa hari itu yang sedianya akan diambil tindakan Drips/ alias Opname dgn Infus terhadap saya, kembali diurungkan, Alhamdulillah ..ketakutanku sedikit terkurangi…namun saya tetap direkomendasikan untuk segera memonitor kandungan saya melalui USG sekali lagi, kata Dokter sih untuk memastikan kalau2 tdk ada gejala kelainan baik itu pd bayiku maupun diri saya. Kesimpulannya, Dokter masih berharap dan memberi jalan kepada saya untuk bersalin dengan normal.
Dua hari kemudian tepatnya 8 April 2002, saya pun menjalani pemeriksaan USG di Rumah Sakit Umum Polewali. Hampir sejam saya berada dalam Ruang Lab. USG. Akhirnya kuterima juga pernyataan yg tdk mengenakkan tentang kandunganku, dinding kantung makanan plus plasenta bayiku sudah memutih karena lapisan kapur, cairan amnion atau yg lebih dikenal dgn air ketuban juga makin berkurang di dlm rahimku, dan dengan keadaan ini Dokter pun menyarankan agar saya berhati-hati, karena bisa-bisa bayiku tidak terselamatkan…MasyaAllah…..dadaku sesak dan bergemuruh, "Ya, Allah apa yang mesti saya lakukan ??" Dokter pun coba meyakinkan…bahwa satu-satunya jalan adalah segera mengeluarkan bayiku, beliau menyarankan agar saya tetap di Drips untuk melunakkan tulang panggulku, tempat jalan lahir bayi. Beliau tidak memberi tenggang waktu, lebih cepat jauh lebih aman, katanya. MasyaAllah…saya semakin takut…Akhirnya tanpa berpikir panjang, hari itu juga saya menyatakan bersedia Opname di Klinik Bersalin, sekalipun waktu itu saya sudah tidak sempat lagi koordinasi dengan Mas Happy, menanyakan persetujuannya, mengingat Mas Happy sedang berada di Makassar untuk Pelatihan. Pikirku, Mas Happy tetap merestui apapun keputusan yang saya ambil, asalkan itu baik buat saya dan keluarga kami.
Di rumah, selepas Sholat Ashar, kutenangkan diriku sambil membaca Ayat Kursi dan Surah Yaasin. Tepat jam 5 sore, saya bergegas membersihkan diri, maklum Orang Tua alias Orang dulu menganjurkan bahwa sebelum bersalin kita mesti mandi layaknya mandi wajib selepas haid, nifas, dsb. Setelah segalanya siap, termasuk pakaianku dan perlengkapan bayiku, saya dengan ditemani Mama dan Bapak segera menuju ke Klinik, tempat dimana saya akan melahirkan. Kebetulan jarak rumah dan Klinik Bersalin cukup jauh, dengan menggunakan Panther, Bapakku menyetir mobil cukup kencang.
Sesampainya di Klinik, saya langsung disambut beberapa Perawat, Bidan, dan seorang Dokter Umum. Bidan yang akan menangani proses persalinanku segera menuntun saya masuk ke Kamar Pemeriksaan untuk dilakukan pemeriksaan dalam. Tidak dalam hitungan jam, alat-alat dan perlengkapan Infus sudah disiapkan. Sewaktu melihat Jarum Infus dan Botol Cairan, hatiku makin berdegup kencang. Maklum perasaan takut senantiasa menyertai, apalagi sebelumnya, saya sama sekali belum pernah merasakan jarum infus ditusukkan masuk ke pergelangan tangan saya. Sambil Dokter meraba-raba pergelangan tangan saya untuk mencari denyut nadi yang pas tempat jarum infus ditusukkan, saya meminta izin untuk mendengar Nasyid Raihan melalui walkman yang saya bawa dan persiapkan dari rumah. Saya berharap, alunan melodi Raihan yang khas dan cantik itu dapat meredam rasa sakit saya apabila mata infus ditusukkan.
Kupejamkan mataku, "Srrrrttt.." darahku muncrat keluar akibat tusukan jarum, perih rasanya. Cepat-cepat perawat mengganti pangkal jarum dengan pipa infus, katanya agar darahku tidak banyak yg terbuang, sehingga cairan infus pun akan mudah masuk melalui pembuluh nadiku. Alhamdulillah…prosesnya cepat usai, sambil berdzikir tak berhenti kunikmati acapella Raihan. Tidak beberapa lama kemudian, Adzan Magrib pun terdengar, saya pun bangkit dari pembaringan, dengan dibantu Mama, saya sedikit dibopong ke Kamar Mandi u/ Wudlu. Seusai Sholat Maghrib, saya tetap berdzikir sambil menunggu waktu Isya'. Setelah menjalankan kewajibanku untuk menunaikan Sholat Isya', kembali kubenahi tempat tidurku yang agak sedikit berantakan.
Kini, jam dinding menunjukkan pukul 8 malam tepat, mules-mules diperutku sudah mulai muncul. Pikirku, obat peransang melalui cairan infus ini sudah bereaksi. Bawaannya pengen buang air melulu, berkali-kali saya keluar masuk kamar mandi. Memang prosesnya lumayan repot, abis…. botol infus dan tiang penyangganya harus setia kubawa-bawa hingga ke kamar mandi. Setelah mondar-mandirnya lumayan lama, akhirnya Bidan dan Dokter masuk ke ruanganku, ditanyakannya keadaanku, cepat-cepat saja kujawab kalau sakitnya sudah sedikit terasa. Merekapun menyuruhku agar segera beristirahat, mengingat sebentar lagi saya bakal membutuhkan banyak tenaga untuk proses bersalin.
Tepat jam 10 malam lewat 20 menit, Mama pamit untuk pulang ke rumah, maklum Mama takut nungguin saya melahirkan, katanya Beliau tidak tega jika nanti melihat saya, anaknya mengerang kesakitan. Sebenarnya, saya sedikit kecewa, mana Mas Happy juga tidak ada. Tapi, itu hak Mama, saya pun tidak ingin menyusahkannya, kasian Mama yang selama ini sudah cukup berkorban, toh…kalau ada Mama atau Mas Happy mungkin juga, saya semakin cengeng menghadapi semua ini. Akhirnya, dengan ditemani Elis dan Agus, adik saya yang nomer 3 dan 4, kulewati detik demi detik dengan sabar dan tetap ingat kepada-NYA.
MasyaAllah….Subhanallah…sakitnya makin menjadi-jadi, tadinya hanya berinterval 15-15 menit sekarang sudah 5 menit-an, sedangkan waktu masih menunjukkan pukul 11 malam. Tulang panggul dan bokongku serasa pengen lepas, perasaan buang airpun juga semakin sering muncul. Sakitnya begitu nyeri, melilit-lilit dari panggul menusuk ke rahim bagian dalam. Setiap 5 menit, kurasakan sakit yang sama, dibawah perut terasa teriris-iris, bagai disayat sebilah pisau. "Allahu Akbar"….sakitnya benar-benar sakit. Tidak pernah kurasakan sakit seperti ini sebelumnya, keringat dingin dan peluhku begitu cepat membasahi sekujur tubuh. Setiap sakitnya datang, saya hanya bisa meringis dan menggigit ujung bantalku untuk menahan sakit. Tidak henti-hentinya, kusebut Asma Allah "Subhanallah..walhamdulillahi ..walaa Ilaahaillallah..walahaula walaquwwata Illahbillah Wallahu Akbar"
Sekali-kali kulirik jam di dinding, waktu begitu lambat terasa. Hatiku membatin, sampai kapan Allah mengujiku dengan sakit seperti ini ???..apakah sampai pagi nanti..atau siang esok..atau bahkan sampai esoknya lagi…MasyaAllah..pasti saya semakin tidak sanggup.
Jam 12 malam lewat sedikit, saya sudah agak bosan berada di pembaringan terus, coba kutegakkan tubuhku, saya beranjak meninggalkan tempat tidur, dengan ditemani Agus, adikku, kuajak dia berjalan-jalan keliling komplek Klinik. Memang sakitnya tetap ada, tapi saya coba menahannya, bahkan dengan berjalan sakitnya sedikit tekurangi. Tanpa saya sadari, darahku terisap keluar melalui pipa infus, adikku panik, mulanya saya tidak melihat kejadian ini, tapi setelah adikku teriak histeris kalau-kalau darahku makin banyak keluar bahkan sudah mendekati botol cairan yang dipegangnya, sayapun ikut-ikutan panik dan was-was. Segera adikku memanggil seorang perawat, dituntunnya saya untuk kembali ke kamar. Sambil rebahan, pipa infusku dibenahi, syukur saja darahku belum mengalir sampai ke botol cairan, kalau itu terjadi, injeksi ulang akan dilakukan. Namun, perawat itu hanya menyuntikkan jarum ke pipa infus untuk menyedot semua darah yang mengganjal cairan infus. Dengan sedikit menasihati, perawat itu mengingatkan agar saya tidak meletakkan tangan saya lebih tinggi dari botol cairan, atau kontrol pipanya diatur supaya terkunci sehingga cairannya tidak bisa keluar. Alhamdulillah..pelan-pelan semuanya teratasi.
Jam 01.00 dinihari, sakit di perut saya makin tidak bisa ditolerir, rasa melilit dan ditusuk-tusuk masih bersarang, saya hanya bisa sedikit mengerang sambil terus mengucap kata Tahmid, Tahlil, dan Takbir. Semua kemungkinan terburuk mulai terbayang, menari-nari di ruang benak saya. Dadaku pun semakin sesak, tidak ada tempat untuk berbagi, hanya kepada Allah, saya adukan semuanya. Mama tidak ada mendampingi, begitupun Mas Happy, hanya kepadaNYA kupasrahkan semuanya, karena kuyakin DIA Maha Menyaksikan.
Hatiku begitu giris, jiwaku guncang, teramat takut, " Akankah maut menjemput ?"…MasyaAllah …kenapa saya begitu takut akan mati, padahal saya pasti akan mati…suatu saat…nanti, dan jika kematian itu datang, tidak ada tawar-menawar….Subhanallah.
Setiap detik…..,setiap erangan kesakitan….setiap denyut nadi… kulalui dengan usaha untuk selalu mengingat akan kebesaranNYA, akan kejaibanNYA, akan kasihsayangNYA….tanpa pernah menduga-duga takdirNYA, tanpa pernah sangsi akan Ke-maha adil-anNYA. "Saya yakin Allah sayang kepada semua hamba-hambaNYA".
Pukul 3 dini hari, saya kembali dijenguk oleh Bidan. Beliau mempertanyakan keadaanku, sambil mengelus-ngelus perutku, dia seolah-olah mengatur posisi dan letak bayiku, dan sebagai prediksi, bidan itu memperkirakan bahwa tidak lama lagi saya akan mengeluarkan bayiku, mengingat sakit yang saya rasakan telah beruntun. Namun, Bidan belum bisa bertindak apa-apa karena diwaktu yang bersamaan, Beliau juga sedang menangani seorang Ibu yang juga akan bersalin, dan kebetulan lagi Ibu tersebut sudah mencapai pembukaan delapan.
Tepat jam 04.30 pagi, sakit di rahim saya mencapai klimaksnya, beribu-ribu peluh terus keluar dari setiap pori-pori kulitku, penglihatanku semakin kabur, bahkan airmata pun tak terbendung. Rasa sakit itu terus menghujani, sebagai pertanda bayi mungilku tidak sabar lagi untuk melihat dunia. Kuelus perutku, sambil bergumam, "InsyaAllah, jika Allah mengizinkan, sebentar lagi…Mama… akan memelukmu…" Akhirnya, saat yang kutunggu-tunggu telah datang, Bidan beserta 2 orang perawat datang menghampiriku, dengan sigap Bidan mamakai sarung tangan steril, tujuannya tidak lain tidak bukan untuk melakukan pemeriksaan dalam terhadap leher dan muara rahimku. "Alhamdulillah!!"…pekik Bidan itu, "pembukaannya sudah lengkap, mari…saya tuntun ibu menuju Kamar Bersalin". "DUG"….hatiku tersentak kaget, seluruh tubuhku gemetar. Allahu Akbar…sebentar lagi ke-perempuan-anku hampir lengkap. Saya akan melahirkan, saya akan menjadi Ibu dari seorang bayi. Alhamdulillah…..
Dengan dibantu 2 orang perawat, saya beranjak dari tempat tidur, bahkan tanpa bantuan kursi roda saya bisa berjalan sendiri menuju Kamar bersalin yang letaknya agak dibelakang dari Komplek Klinik Bersalin ini. Sengaja saya memilih ini, mengingat ..nasehat medis..bahwa…untuk mempercepat proses kelahiran dengan masuknya kepala bayi di tulang panggul, Si Ibu harus banyak-banyak berjalan.
Setibanya di Kamar bersalin, kembali saya dihimpit rasa takut, "Alat-alat itu…jarum..gunting, mangkok stainless, lampu bersalin, tabung Oksigen" Membuat nyali saya kiyut. Subhanallah….kuatkan saya …. Dengan dihimpit beribu rasa takut dan was-was, pelan-pelan ku rebahkan tubuhku di atas matras bersalin, sambil membenahi jarum infusku yang hampir terlepas. Selang beberapa menit kemudian Ibu Bidan menghampiriku, "Nak, saya tinggal sebentar…saya Sholat dulu…. …setidaknya kita sama-sama berdoa…semoga Allah meridhoi proses persalinan ini, …InsyaAllah..setelah Sholat…..Ibu akan bimbing….dan sebaiknya…jangan berkuat dulu."….MasyaAllah…. Hatiku begitu giris, melewati setiap detik ini yang terasa begitu lama, bahkan sakit di rahimku pun semakin sakit. Kantung ketubanpun sudah pecah, airnya menghambur keluar, membasahi hampir seluruh permukaan matras."Astagfirullah…astagfirullah…"..tak henti-hentinya saya beristighfar. Tidak lama, sekitar 10 menit kemudian, Ibu Bidan pun datang mendekatiku, sambil tersenyum diusapnya kepalaku "Kita bisa mulai sekarang…" sambil memberi isyarat kepada 2 orang perawat untuk segera menyiapkan segala sesuatunya.
Dengan posisi setengah duduk- setengah berbaring, kurenggangkan kedua kakiku, kuletakkan kedua tanganku dibelakang kepala untuk membentuk daya dorong. Ibu Bidan pun memberi instruksi, agar saya bersiap-siap mengejan…."Satu..dua…tiga…"….."Akkkkkhhhhh……"…kutahan nafasku sambil kupejamkan mataku…perih rasanya….."AllahuAkbar..!!"….sakitnya begitu perih apalagi di sekitar leher rahim. Terus kucoba untuk berkuat….., setiap kali sakitnya datang membahana, kususul dengan tindakan mengejan. Suara Ibu Bidan…perawat… terus terdengar untuk memberi sugesti terhadapku agar saya terus berkuat. Hampir setiap 5 detik kurasakan hal yang sama..teramat perih..nyeri ….…menusuk dari tulang panggul hingga ke ulu hati…peluhku pun sekonyong-konyong membasahi semua permukaan kulitku, kedua tangan dan kakiku terasa amat dingin, …MasyaAllah…ampun Ya…Allah….sakit nian sakit ini. Begitulah seterusnya, hampir 40 menit, saya merasakan sakit yang sama.
"MasyaAllah!!!"..pekikku dalam hati…sambil melirik jam dinding yang berada tepat dihadapanku…jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.05, namun proses bersalin belum kunjung usai. Hatiku pun semakin takut, kembali dihinggapi rasa cemas, belum lagi tenagaku hampir habis, hampir mendekati titik nol. "Subhanallah.." saya mesti berbuat apa…akankah saya dioperasi?…akankah bayi saya terselamatkan…akankah saya diberi kesempatan untuk menatap kembali wajah-wajah orang yang kukasihi ?….Allahu Akbar…saya pasrah kepadamu…Yaa..Rabb…
Air mataku pun mulai berjatuhan satu persatu….syahdu hati ini..tak ada lagi kekuatan…kedua tanganku lunglai …tidak mampu menopang kepalaku…penglihatanku semakin gelap…sekujur tubuhku gemetar, mulutku kaku, tenggorokanku kering….Inikah maut yang menjemput…."Subhanallah…..aku siap Yaaa…Allah…namun …anakku…"…..tiba-tiba sayup kudengar suara Ibu Bidan .."Nak…sedikit lagi….kepala bayi sudah di pintu….Sekali lagi!!!"…..dengan kekuatan…..yang saya yakin datangnya dari Allah…...saya mengejan sekuat-kuatnya….."Prooottthhh…!!"…"Oeeee…ooooeeeeeeeee….oeeeee………"…..Alhamdulillah.."..pekik Ibu Bidan…"Anak yang cantik….!!…
MasyaAllah….itu …..itu….bayiku… bisikku….kupaksa untuk membuka kedua mataku walau terasa amat berat…Ya, bayi merah itu anakku…tidak salah lagi…Alhamdulillah…AllahuAkbar….berpuluh-puluh pujian keluar dari tenggorokanku yang kering, Allahu Akbar…. air mataku pun semakin mengalir deras….jatuh …membuat telaga….terbayang di pelupuk mata… segala keindahan…terasa begitu berarti setiap tarikan nafas…., terasa begitu nikmat hidup ini…terasa…begitu luasnya sayang Allah kepada kita…CINTA yang tidak bertepi. "Saya bisa…Yaa..Allah..saya mampu…sebagai seorang perempuan.."…..Inginku berlari…menghampiri setiap orang yang selalu hadir dalam kehidupanku…..untuk membisikkan…" Kini..kupunya anak yang cantik …karena keajaibanNYA…"
Waktu itu memasuki bulan ke-3 thn 2002 tepatnya usia janin dlm perutku udah genap 8 bulan…ini menandakan ntar lagi aku bakal punya "bocah kecil". Mas Happy pun memberi support, 30 hari berpuasa akan dijalaninya nanti, sebagai niatnya atas kelahiran bayi mungil kami, en…… s'perti banyak kubaca dan kudengar dr orang2 kalo' di usia kehamilan inilah..perasaan seorang calon ibu lagi peka2nya…sensitive banget….p'kok'e sering tdk menentu. Akhirnya terbuktikan juga olehku..kalo' 'keadaan' itu bukan cuman teori atau 'hantu kata' yg sering mencemaskan semua calon ibu di dunia ini, namun bener2 terjadi…berbagai butir2 perasaan yg berlainan saling campur aduk..di hatiku… ada gundah, senang, haru, cemas bahkan yg lebih parah ada perasaan "takut mati"…Subhanallah… semuanya meronrong, bersarang bergantian. Akibat perasaan inilah aku memutuskan u/ melahirkan di dekat Mama, sekalian bisa pulang kampung, maklum….kota tempatku bekerja terpisah jauh puluhan ribu km dengan tempat asalku.
Tepat tgl 11 Maret 2002 aku bertolak menuju Makassar, sebelumnya..aku diantar Mas Happy ke Bandara Frans Kaisiepo u/ check in tiket….dengan segala perasaan ikhlas kutinggalkan suamiku…dan diapun janji akan menyusulku jika hari "H" nya udah dekat….sesaat sebelum berangkat diciumnya keningku …sejuk dan teduh…terselip dlm hati…kalau ciuman itu sekaligus doa dan asa….sebagai seorang suami dan calon Ayah dr anakku kelak….
Bulan Maret udah mo' hampir abis…tapi mules2 di perutku plus flek2 sama sekali belum muncul…perasaanku makin cemas..seharusnya sekarang-sekarang ini aku udah bisa menimang mutiara kecilku. Dan spertinya ada yg tdk beres dgn kandunganku, hatiku makin panik dan was-was….jangan…jangan…ah, sudahlah..aku hanya bisa berserah diri dan banyak2 bersujud kepadaNYA, mengharap belaian-NYA untuk memberi setiap kemudahan…sekaligus kusemangati diriku u/ segera menamatkan bacaan Al-Qur'an…kebetulan nadzarku kemarin..pengen Khatam Al-Qur'an 2 kali selama hamil.
MasyaAllah…. hari sudah melompat ke bulan April namun tanda2 bersalin belum juga berkenan, Apakah ini pengaruh obat penahan kontraksi itu ???…yang diinjeksikan ke tubuhku beberapa hari sebelum keberangkatanku ke Makassar ? Setelah dirudung keraguan…. buntut2nya kukonsultasikan juga hal ini kepada Dokter kandunganku….maklum ..sebagai calon ibu muda ..aku mesti pinter2 menyiasati diri kalau2 butuh nasehat seorang Dokter…dan akhirnya kuterima juga keputusan di hari itu , bahwa usia kehamilanku sudah lewat hari, bahkan 5 hari kedepan tepatnya 6 April, Dokterku akan mengambil tindakan u/ segera mengeluarkan bayiku…entah itu melalui Drips atau Caesar… Subhanallah….aku semakin takut…pertanda apa lagi ini ??? Aku pun hanya bisa berbisik sambil bermunajat " Yaa..Allah…Engkaulah yang lebih berhak atas diriku dan bayiku, bukan siapa-siapa …Engkaulah yang memberi kehidupan dan sesudahnya….memberi segalanya…"
Hari Sabtu sore, 6 April 2002, saya ditemani Mama,Bapak, dan Mas Happy bergegas ke Klinik Bersalin "SUCI", tempat dimana saya berencana u/ bersalin. Setelah menunggu beberapa menit di Ruang Tunggu, akhirnya sayapun masuk ke Ruang Dokter u/ pemeriksaan dengan ditemani Mas Happy. Setelah melakukan beberapa tahap pemeriksaan, Dokterku segera membuat resume bahwa hari itu yang sedianya akan diambil tindakan Drips/ alias Opname dgn Infus terhadap saya, kembali diurungkan, Alhamdulillah ..ketakutanku sedikit terkurangi…namun saya tetap direkomendasikan untuk segera memonitor kandungan saya melalui USG sekali lagi, kata Dokter sih untuk memastikan kalau2 tdk ada gejala kelainan baik itu pd bayiku maupun diri saya. Kesimpulannya, Dokter masih berharap dan memberi jalan kepada saya untuk bersalin dengan normal.
Dua hari kemudian tepatnya 8 April 2002, saya pun menjalani pemeriksaan USG di Rumah Sakit Umum Polewali. Hampir sejam saya berada dalam Ruang Lab. USG. Akhirnya kuterima juga pernyataan yg tdk mengenakkan tentang kandunganku, dinding kantung makanan plus plasenta bayiku sudah memutih karena lapisan kapur, cairan amnion atau yg lebih dikenal dgn air ketuban juga makin berkurang di dlm rahimku, dan dengan keadaan ini Dokter pun menyarankan agar saya berhati-hati, karena bisa-bisa bayiku tidak terselamatkan…MasyaAllah…..dadaku sesak dan bergemuruh, "Ya, Allah apa yang mesti saya lakukan ??" Dokter pun coba meyakinkan…bahwa satu-satunya jalan adalah segera mengeluarkan bayiku, beliau menyarankan agar saya tetap di Drips untuk melunakkan tulang panggulku, tempat jalan lahir bayi. Beliau tidak memberi tenggang waktu, lebih cepat jauh lebih aman, katanya. MasyaAllah…saya semakin takut…Akhirnya tanpa berpikir panjang, hari itu juga saya menyatakan bersedia Opname di Klinik Bersalin, sekalipun waktu itu saya sudah tidak sempat lagi koordinasi dengan Mas Happy, menanyakan persetujuannya, mengingat Mas Happy sedang berada di Makassar untuk Pelatihan. Pikirku, Mas Happy tetap merestui apapun keputusan yang saya ambil, asalkan itu baik buat saya dan keluarga kami.
Di rumah, selepas Sholat Ashar, kutenangkan diriku sambil membaca Ayat Kursi dan Surah Yaasin. Tepat jam 5 sore, saya bergegas membersihkan diri, maklum Orang Tua alias Orang dulu menganjurkan bahwa sebelum bersalin kita mesti mandi layaknya mandi wajib selepas haid, nifas, dsb. Setelah segalanya siap, termasuk pakaianku dan perlengkapan bayiku, saya dengan ditemani Mama dan Bapak segera menuju ke Klinik, tempat dimana saya akan melahirkan. Kebetulan jarak rumah dan Klinik Bersalin cukup jauh, dengan menggunakan Panther, Bapakku menyetir mobil cukup kencang.
Sesampainya di Klinik, saya langsung disambut beberapa Perawat, Bidan, dan seorang Dokter Umum. Bidan yang akan menangani proses persalinanku segera menuntun saya masuk ke Kamar Pemeriksaan untuk dilakukan pemeriksaan dalam. Tidak dalam hitungan jam, alat-alat dan perlengkapan Infus sudah disiapkan. Sewaktu melihat Jarum Infus dan Botol Cairan, hatiku makin berdegup kencang. Maklum perasaan takut senantiasa menyertai, apalagi sebelumnya, saya sama sekali belum pernah merasakan jarum infus ditusukkan masuk ke pergelangan tangan saya. Sambil Dokter meraba-raba pergelangan tangan saya untuk mencari denyut nadi yang pas tempat jarum infus ditusukkan, saya meminta izin untuk mendengar Nasyid Raihan melalui walkman yang saya bawa dan persiapkan dari rumah. Saya berharap, alunan melodi Raihan yang khas dan cantik itu dapat meredam rasa sakit saya apabila mata infus ditusukkan.
Kupejamkan mataku, "Srrrrttt.." darahku muncrat keluar akibat tusukan jarum, perih rasanya. Cepat-cepat perawat mengganti pangkal jarum dengan pipa infus, katanya agar darahku tidak banyak yg terbuang, sehingga cairan infus pun akan mudah masuk melalui pembuluh nadiku. Alhamdulillah…prosesnya cepat usai, sambil berdzikir tak berhenti kunikmati acapella Raihan. Tidak beberapa lama kemudian, Adzan Magrib pun terdengar, saya pun bangkit dari pembaringan, dengan dibantu Mama, saya sedikit dibopong ke Kamar Mandi u/ Wudlu. Seusai Sholat Maghrib, saya tetap berdzikir sambil menunggu waktu Isya'. Setelah menjalankan kewajibanku untuk menunaikan Sholat Isya', kembali kubenahi tempat tidurku yang agak sedikit berantakan.
Kini, jam dinding menunjukkan pukul 8 malam tepat, mules-mules diperutku sudah mulai muncul. Pikirku, obat peransang melalui cairan infus ini sudah bereaksi. Bawaannya pengen buang air melulu, berkali-kali saya keluar masuk kamar mandi. Memang prosesnya lumayan repot, abis…. botol infus dan tiang penyangganya harus setia kubawa-bawa hingga ke kamar mandi. Setelah mondar-mandirnya lumayan lama, akhirnya Bidan dan Dokter masuk ke ruanganku, ditanyakannya keadaanku, cepat-cepat saja kujawab kalau sakitnya sudah sedikit terasa. Merekapun menyuruhku agar segera beristirahat, mengingat sebentar lagi saya bakal membutuhkan banyak tenaga untuk proses bersalin.
Tepat jam 10 malam lewat 20 menit, Mama pamit untuk pulang ke rumah, maklum Mama takut nungguin saya melahirkan, katanya Beliau tidak tega jika nanti melihat saya, anaknya mengerang kesakitan. Sebenarnya, saya sedikit kecewa, mana Mas Happy juga tidak ada. Tapi, itu hak Mama, saya pun tidak ingin menyusahkannya, kasian Mama yang selama ini sudah cukup berkorban, toh…kalau ada Mama atau Mas Happy mungkin juga, saya semakin cengeng menghadapi semua ini. Akhirnya, dengan ditemani Elis dan Agus, adik saya yang nomer 3 dan 4, kulewati detik demi detik dengan sabar dan tetap ingat kepada-NYA.
MasyaAllah….Subhanallah…sakitnya makin menjadi-jadi, tadinya hanya berinterval 15-15 menit sekarang sudah 5 menit-an, sedangkan waktu masih menunjukkan pukul 11 malam. Tulang panggul dan bokongku serasa pengen lepas, perasaan buang airpun juga semakin sering muncul. Sakitnya begitu nyeri, melilit-lilit dari panggul menusuk ke rahim bagian dalam. Setiap 5 menit, kurasakan sakit yang sama, dibawah perut terasa teriris-iris, bagai disayat sebilah pisau. "Allahu Akbar"….sakitnya benar-benar sakit. Tidak pernah kurasakan sakit seperti ini sebelumnya, keringat dingin dan peluhku begitu cepat membasahi sekujur tubuh. Setiap sakitnya datang, saya hanya bisa meringis dan menggigit ujung bantalku untuk menahan sakit. Tidak henti-hentinya, kusebut Asma Allah "Subhanallah..walhamdulillahi ..walaa Ilaahaillallah..walahaula walaquwwata Illahbillah Wallahu Akbar"
Sekali-kali kulirik jam di dinding, waktu begitu lambat terasa. Hatiku membatin, sampai kapan Allah mengujiku dengan sakit seperti ini ???..apakah sampai pagi nanti..atau siang esok..atau bahkan sampai esoknya lagi…MasyaAllah..pasti saya semakin tidak sanggup.
Jam 12 malam lewat sedikit, saya sudah agak bosan berada di pembaringan terus, coba kutegakkan tubuhku, saya beranjak meninggalkan tempat tidur, dengan ditemani Agus, adikku, kuajak dia berjalan-jalan keliling komplek Klinik. Memang sakitnya tetap ada, tapi saya coba menahannya, bahkan dengan berjalan sakitnya sedikit tekurangi. Tanpa saya sadari, darahku terisap keluar melalui pipa infus, adikku panik, mulanya saya tidak melihat kejadian ini, tapi setelah adikku teriak histeris kalau-kalau darahku makin banyak keluar bahkan sudah mendekati botol cairan yang dipegangnya, sayapun ikut-ikutan panik dan was-was. Segera adikku memanggil seorang perawat, dituntunnya saya untuk kembali ke kamar. Sambil rebahan, pipa infusku dibenahi, syukur saja darahku belum mengalir sampai ke botol cairan, kalau itu terjadi, injeksi ulang akan dilakukan. Namun, perawat itu hanya menyuntikkan jarum ke pipa infus untuk menyedot semua darah yang mengganjal cairan infus. Dengan sedikit menasihati, perawat itu mengingatkan agar saya tidak meletakkan tangan saya lebih tinggi dari botol cairan, atau kontrol pipanya diatur supaya terkunci sehingga cairannya tidak bisa keluar. Alhamdulillah..pelan-pelan semuanya teratasi.
Jam 01.00 dinihari, sakit di perut saya makin tidak bisa ditolerir, rasa melilit dan ditusuk-tusuk masih bersarang, saya hanya bisa sedikit mengerang sambil terus mengucap kata Tahmid, Tahlil, dan Takbir. Semua kemungkinan terburuk mulai terbayang, menari-nari di ruang benak saya. Dadaku pun semakin sesak, tidak ada tempat untuk berbagi, hanya kepada Allah, saya adukan semuanya. Mama tidak ada mendampingi, begitupun Mas Happy, hanya kepadaNYA kupasrahkan semuanya, karena kuyakin DIA Maha Menyaksikan.
Hatiku begitu giris, jiwaku guncang, teramat takut, " Akankah maut menjemput ?"…MasyaAllah …kenapa saya begitu takut akan mati, padahal saya pasti akan mati…suatu saat…nanti, dan jika kematian itu datang, tidak ada tawar-menawar….Subhanallah.
Setiap detik…..,setiap erangan kesakitan….setiap denyut nadi… kulalui dengan usaha untuk selalu mengingat akan kebesaranNYA, akan kejaibanNYA, akan kasihsayangNYA….tanpa pernah menduga-duga takdirNYA, tanpa pernah sangsi akan Ke-maha adil-anNYA. "Saya yakin Allah sayang kepada semua hamba-hambaNYA".
Pukul 3 dini hari, saya kembali dijenguk oleh Bidan. Beliau mempertanyakan keadaanku, sambil mengelus-ngelus perutku, dia seolah-olah mengatur posisi dan letak bayiku, dan sebagai prediksi, bidan itu memperkirakan bahwa tidak lama lagi saya akan mengeluarkan bayiku, mengingat sakit yang saya rasakan telah beruntun. Namun, Bidan belum bisa bertindak apa-apa karena diwaktu yang bersamaan, Beliau juga sedang menangani seorang Ibu yang juga akan bersalin, dan kebetulan lagi Ibu tersebut sudah mencapai pembukaan delapan.
Tepat jam 04.30 pagi, sakit di rahim saya mencapai klimaksnya, beribu-ribu peluh terus keluar dari setiap pori-pori kulitku, penglihatanku semakin kabur, bahkan airmata pun tak terbendung. Rasa sakit itu terus menghujani, sebagai pertanda bayi mungilku tidak sabar lagi untuk melihat dunia. Kuelus perutku, sambil bergumam, "InsyaAllah, jika Allah mengizinkan, sebentar lagi…Mama… akan memelukmu…" Akhirnya, saat yang kutunggu-tunggu telah datang, Bidan beserta 2 orang perawat datang menghampiriku, dengan sigap Bidan mamakai sarung tangan steril, tujuannya tidak lain tidak bukan untuk melakukan pemeriksaan dalam terhadap leher dan muara rahimku. "Alhamdulillah!!"…pekik Bidan itu, "pembukaannya sudah lengkap, mari…saya tuntun ibu menuju Kamar Bersalin". "DUG"….hatiku tersentak kaget, seluruh tubuhku gemetar. Allahu Akbar…sebentar lagi ke-perempuan-anku hampir lengkap. Saya akan melahirkan, saya akan menjadi Ibu dari seorang bayi. Alhamdulillah…..
Dengan dibantu 2 orang perawat, saya beranjak dari tempat tidur, bahkan tanpa bantuan kursi roda saya bisa berjalan sendiri menuju Kamar bersalin yang letaknya agak dibelakang dari Komplek Klinik Bersalin ini. Sengaja saya memilih ini, mengingat ..nasehat medis..bahwa…untuk mempercepat proses kelahiran dengan masuknya kepala bayi di tulang panggul, Si Ibu harus banyak-banyak berjalan.
Setibanya di Kamar bersalin, kembali saya dihimpit rasa takut, "Alat-alat itu…jarum..gunting, mangkok stainless, lampu bersalin, tabung Oksigen" Membuat nyali saya kiyut. Subhanallah….kuatkan saya …. Dengan dihimpit beribu rasa takut dan was-was, pelan-pelan ku rebahkan tubuhku di atas matras bersalin, sambil membenahi jarum infusku yang hampir terlepas. Selang beberapa menit kemudian Ibu Bidan menghampiriku, "Nak, saya tinggal sebentar…saya Sholat dulu…. …setidaknya kita sama-sama berdoa…semoga Allah meridhoi proses persalinan ini, …InsyaAllah..setelah Sholat…..Ibu akan bimbing….dan sebaiknya…jangan berkuat dulu."….MasyaAllah…. Hatiku begitu giris, melewati setiap detik ini yang terasa begitu lama, bahkan sakit di rahimku pun semakin sakit. Kantung ketubanpun sudah pecah, airnya menghambur keluar, membasahi hampir seluruh permukaan matras."Astagfirullah…astagfirullah…"..tak henti-hentinya saya beristighfar. Tidak lama, sekitar 10 menit kemudian, Ibu Bidan pun datang mendekatiku, sambil tersenyum diusapnya kepalaku "Kita bisa mulai sekarang…" sambil memberi isyarat kepada 2 orang perawat untuk segera menyiapkan segala sesuatunya.
Dengan posisi setengah duduk- setengah berbaring, kurenggangkan kedua kakiku, kuletakkan kedua tanganku dibelakang kepala untuk membentuk daya dorong. Ibu Bidan pun memberi instruksi, agar saya bersiap-siap mengejan…."Satu..dua…tiga…"….."Akkkkkhhhhh……"…kutahan nafasku sambil kupejamkan mataku…perih rasanya….."AllahuAkbar..!!"….sakitnya begitu perih apalagi di sekitar leher rahim. Terus kucoba untuk berkuat….., setiap kali sakitnya datang membahana, kususul dengan tindakan mengejan. Suara Ibu Bidan…perawat… terus terdengar untuk memberi sugesti terhadapku agar saya terus berkuat. Hampir setiap 5 detik kurasakan hal yang sama..teramat perih..nyeri ….…menusuk dari tulang panggul hingga ke ulu hati…peluhku pun sekonyong-konyong membasahi semua permukaan kulitku, kedua tangan dan kakiku terasa amat dingin, …MasyaAllah…ampun Ya…Allah….sakit nian sakit ini. Begitulah seterusnya, hampir 40 menit, saya merasakan sakit yang sama.
"MasyaAllah!!!"..pekikku dalam hati…sambil melirik jam dinding yang berada tepat dihadapanku…jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.05, namun proses bersalin belum kunjung usai. Hatiku pun semakin takut, kembali dihinggapi rasa cemas, belum lagi tenagaku hampir habis, hampir mendekati titik nol. "Subhanallah.." saya mesti berbuat apa…akankah saya dioperasi?…akankah bayi saya terselamatkan…akankah saya diberi kesempatan untuk menatap kembali wajah-wajah orang yang kukasihi ?….Allahu Akbar…saya pasrah kepadamu…Yaa..Rabb…
Air mataku pun mulai berjatuhan satu persatu….syahdu hati ini..tak ada lagi kekuatan…kedua tanganku lunglai …tidak mampu menopang kepalaku…penglihatanku semakin gelap…sekujur tubuhku gemetar, mulutku kaku, tenggorokanku kering….Inikah maut yang menjemput…."Subhanallah…..aku siap Yaaa…Allah…namun …anakku…"…..tiba-tiba sayup kudengar suara Ibu Bidan .."Nak…sedikit lagi….kepala bayi sudah di pintu….Sekali lagi!!!"…..dengan kekuatan…..yang saya yakin datangnya dari Allah…...saya mengejan sekuat-kuatnya….."Prooottthhh…!!"…"Oeeee…ooooeeeeeeeee….oeeeee………"…..Alhamdulillah.."..pekik Ibu Bidan…"Anak yang cantik….!!…
MasyaAllah….itu …..itu….bayiku… bisikku….kupaksa untuk membuka kedua mataku walau terasa amat berat…Ya, bayi merah itu anakku…tidak salah lagi…Alhamdulillah…AllahuAkbar….berpuluh-puluh pujian keluar dari tenggorokanku yang kering, Allahu Akbar…. air mataku pun semakin mengalir deras….jatuh …membuat telaga….terbayang di pelupuk mata… segala keindahan…terasa begitu berarti setiap tarikan nafas…., terasa begitu nikmat hidup ini…terasa…begitu luasnya sayang Allah kepada kita…CINTA yang tidak bertepi. "Saya bisa…Yaa..Allah..saya mampu…sebagai seorang perempuan.."…..Inginku berlari…menghampiri setiap orang yang selalu hadir dalam kehidupanku…..untuk membisikkan…" Kini..kupunya anak yang cantik …karena keajaibanNYA…"